Postingan

BASWARA (4)

Gambar
BASWARA Penulis : Lidwina Ro “Baswara mencarimu.” Gundah, kutatap Tante Evi yang tersenyum bijak. Jujur saja, belakangan ini banyak hal terjadi di luar kendaliku, yang membuat jiwa ragaku limbung. Pikiranku yang masih konslet ini seolah-olah masih mencoba merangkai beberapa kabel yang berserakan. Entah di mana. “Tidak apa-apa. Nanti semua akan membaik,” hibur Tante Evi sambil menarikku dalam pelukan, seakan dia tahu keresahanku. “Kau terlalu kuat untuk tumbang sekarang. Lagi pula ada Ibu di sisimu sekarang.” Aku menghidu aroma ketulusan dan kekuatan dalam suara Tante Evi, merakit kembali semangatku yang retak. “Terima kasih ... Ibu.” Bergetar suaraku saat pertama kali memanggilnya ibu.  Pelukan Tante Evi sontak membeku, kemudian perlahan pelukannya mengerat. Aku bisa merasakan bahuku hangat dan basah. “Mengapa dulu Ibu meninggalkan aku?”  Tante Evi mengurai pelukan, menggeleng. “Ibu tidak pernah meninggalkanmu, Yovi. Dari kau lahir, sampai sekarang.” “Tapi ....” “Iya, dulu memang nenek

LANGIT BIRU

Gambar
 LANGIT BIRU Penulis : Lidwina Ro “Kau harus lekas menikahi Ranti. Anak pak Jayadi.” Hening. Tak ada sahutan dari Mas Dika. Semenit, dua menit, telingaku yang menempel lekat di balik pintu, menguping dengan hati yang riuh. Apa kira-kira jawaban Dika untuk ibunya? Apakah lelaki itu akan menyerah dengan keinginan ibunya? “Mau sampai kapan ibu menunggu? Ibumu ini sudah terlalu tua, Dika. Kamu anak ibu satu-satunya. Berilah kebahagiaan sedikit untuk orang yang sudah renta dan sakit-sakitan ini.” Masih hening. Dika tak merespons. Aku yakin lelaki itu pasti menghisap rokok seperti biasa, sambil menatap datar ke sembarang arah. Selain ibunya. “Apa coba kekurangan Ranti? Dia sangat baik, lembut, tak banyak tingkah, dan perhatian denganmu. Dari dulu.” Aku menghela napas. Ingatanku melayang pada Ranti, sahabatku semasa kuliah. Ranti juga adalah tetangga kami. Mas Dika, aku dan Ranti, sama-sama satu perumahan, hanya berbeda blok saja. Gadis itu memang baik. Terlalu baik malah. Mana ada gadis seb

BASWARA (3)

Gambar
  BASWARA (3) Penulis : Lidwina Ro Mata Tante Evi membelalak kaget saat mobil memasuki gerbang rumah. Tangannya sedikit bergetar menunjuk-nunjuk ke depan, dan mulutnya melongo keheranan. Sementara ayahku hanya menahan geli.  “Ada apa ini? Mengapa rumah ramai sekali?” Panik Tante Evi melihat banyak orang di teras rumah. Dia menatapku dan Ayah bergantian. Ayah menghentikan mobil di halaman rumah. Kami bertiga memang baru saja dari restoran, merayakan ulang tahun Tante Evi. Aku pun tak kalah bingung dengan suasana rumahku. Kulihat Mbok Mimin sibuk menyajikan kue-kue dan minuman. Ada musik. Hiasan bunga hidup. Banyak orang.  Ada apa ini? “Surprise! Tapi kalian berdua jangan khawatir. Ayah hanya mengundang keluarga dekat saja. Ini pesta perayaan syukur keluarga kita. Ayah bahagia karena memiliki kalian berdua yang sehat, yang masih diizinkan-Nya untuk menemani Ayah.”  Ayah merangkulku dan Tante Evi dengan mata berbinar-binar. Aku dan Tante Evi saling berpandangan dengan perasaan haru bercam

BASWARA (2)

Gambar
BASWARA (2) Penulis : Lidwina Ro  “Ada apa ini? Mengapa rumah jadi ramai seperti ini, Yovi?” tanya Tante Evi bingung, menatap teras rumah yang banyak orang, lalu menatapku bergantian dengan Ayah. Mobil kami berhenti di halaman rumah. Kami bertiga memang baru saja dari Mal, merayakan ulang tahun Tante Evi dengan makan dan menonton film. Aku pun tak kalah bingung dengan suasana sore ini. Terdengar ada musik lembut. Mbok Mimin yang sibuk menyajikan kue-kue dan minuman. Banyak pot dan hiasan bunga indah. Ada apa ini? “Kalian berdua jangan khawatir. Ayah hanya mengundang keluarga dekat saja. Ini perayaan syukur keluarga kita. Ayah bahagia dan bersyukur karena memiliki kalian berdua yang sehat, yang masih diizinkan-Nya untuk menemani Ayah,” sahut Ayah sambil tersenyum. Aku dan Tante Evi saling berpandangan dengan perasaan campur aduk, terharu. Ah, dasar perempuan, sedikit-sedikit pasti mewek! Baru saja aku mengusap ujung mataku yang basah, saat jendela mobil sampingku diketuk. Ganti aku yang

KENCAN (2)

Gambar
KENCAN (2) Penulis : Lidwina Ro  Hujan sudah reda, menyisakan aroma petrikor dan udara yang lembab dan menenangkan. Tapi entah mengapa, kali ini aku penasaran tidak menemukan alamat Arini yang sudah dia share kemarin. Sudah lima kali aku bolak balik menyusuri jalan ini, akan tetapi selalu berakhir di ujung pertigaan jalan yang merupakan tanah kosong. Sialnya, Arini tidak bisa aku hubungi lagi, sejak percakapan siang di hujan deras tadi. Mengapa, ya, tiba-tiba ponsel Arini tidak aktif? Sebenarnya ke mana dia? Aku menghela napas. Setelah memarkir sepeda motor di depan tanah kosong, aku mencoba membaca nomor rumah Arini sekali lagi. Lalu menatap tajam tanah kosong yang tampak terlihat lama tak dijamah manusia lagi. Banyak ditumbuhi ilalang, tak terawat, kotor dan .... “Mas!” Aku menoleh kaget. Seorang wanita paruh baya tampak keluar dari rumah, persis di sebelah tanah kosong itu. Aku segera mengangguk sopan. “Masnya mencari siapa, ya?” “Eh, anu, Bu. Mohon maaf, saya sedang mencari alamat

KENCAN

Gambar
 KENCAN Penulis : Lidwina Ro  “Halo? Halo, Mas Galih, ya?”  Suara manja menyapa dengan lembut saat aku mengangkat ponsel. Suara yang sudah familier di telingaku itu langsung memecah kantuk. Ibarat lampu neon lima Watt, kini mataku berubah terang benderang, seterang neon seratus Watt. Aku pun segera duduk di pinggir kasur. “Hai, Arini!” sahutku agak keras, sambil tersenyum-senyum bahagia sendiri. Maklum, di luar deras, takut kalau gadis itu tidak bisa mendengar suaraku, karena kalah oleh suara derasnya hujan yang mengamuk siang ini. Entah mengapa, jaringan telepon Arini bisa menerobos masuk di cuaca yang buruk. Ada tawa kecil di ujung sana. Sedikit genit. Tawa yang spontan membuyarkan niat tidur siangku. Hebat juga Arini bisa-bisanya dia meneleponku di hujan deras. Karena biasanya sinyal ponsel akan ngadat mendadak di cuaca buruk seperti sekarang ini. “Lagi ngapain? Tumben menelepon. Sudah kangen padaku, Rin?” godaku nakal. Arini tertawa cekikikan. “Cuma mau mengingatkan saja, sih, apa

RENCANA

Gambar
  RENCANA Penulis : Lidwina Ro  Ketika aku sudah cukup umur, akhirnya Suster Sisil bercerita, dulu aku ditemukannya di depan pintu gerbang panti asuhan. Sedih? Pasti. Kecewa? Tentu saja. Siapa yang tidak sedih dan kecewa ketika mengetahui bahwa kehadirannya tidak diinginkan? Ya, aku adalah anak yang dibuang. Tetapi Suster Sisil selalu punya pandangan lain. Dengan santai dia memeluk bahuku sambil tersenyum, dan mengatakan kalau Tuhan memang jagonya membuat skenario. Bukan skenario kacangan. Tetapi skenario hebat yang sudah pasti diukur dengan jitu. Tuhan itu ibarat guru, yang tidak salah membagi soal ujian pada murid-murid. Kata Suster Sisil, tidak mungkin kalau Tuhan membagi soal ujian murid SMA pada murid SD. Semua soal ujian dibagikan sesuai dengan takaran pelajaran dan kelas masing-masing murid. Jadi kerjakan saja dengan tenang, dan jawab soal-soalnya di kertas ujian tanpa banyak tanya. Begitu sederhana, bukan? “Kalau ada soal yang tak bisa aku jawab bagaimana, Suster?” tanyaku pena