Psikologi Keluarga

 


Tema RCO.3 : Keluarga

Judul buku: Psikologi Keluarga

Penulis: Sri Lestari

Penerbit: Kencana

Buku dari: Ipusnas



Komunitas terkecil di dalam masyarakat adalah keluarga. Meskipun begitu, keluarga mempunyai pengaruh dan andil besar dalam bangsa, karena dari keluargalah akan lahir penerus bangsa yang diharapkan berkualitas dan berharga bagi kemajuan negara. Nah, keluarga dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:

-Keluarga inti (nuckear family)

-Keluarga batih (extended family)

Keluarga inti terdiri dari: suami-bapak, istri-ibu, dan anak.

Pada umumnya keluarga dimulai dari perkawinan antara lelaki dan perempuan dewasa.

Sebagai permulaan, relasi suami dan istri memberi landasan, dan menentukan warna bagi seluruh relasi di dalam keluarga.

Nah, mengapa banyak keluarga yang berantakan ketika terjadi kegagalan dalam relasi suami dan istri?

Jawabannya adalah: karena "kunci" dari kelanggengan perkawinan, adalah keberhasilan melakukan penyesuaian di antara suami dan istri.

Tiga indikator proses penyesuaiannya (menurut Glenn, 2003) adalah:

-Konflik

-Komunikasi

-Pembagian tugas rumah tangga

Meskipun menjadi orang tua adalah siklus alamiah kehidupan berkeluarga, namun kemampuan menjadi orang tua tidak didapatkan begitu saja. Semua ada prosesnya. Menjadi orang tua perlu suatu kesadaran, bahwa itu adalah sebuah pilihan.

Dan kesadaran pengasuhan dalam keluarga itu sangat penting. Mengapa? Karena kesadaran tersebut adalah “modal utama” untuk menciptakan ketahanan terhadap stres pengasuhan.

Dari hasil penelitian Wilinger (2005) bahwa kombinasi antara empati, kedekatan, kehangatan emosi, afeksi dan memperkenankan anak mandiri, berkolerasi dengan rendahnya stres pengasuhan.

Situasi kehidupan mendatang pastinya makin meningkatkan kemungkinan stres pengasuhan pada anak. Kalau zaman dahulu anak-anak berkarakter penurut, 'nrimo' , maka di era sekarang anak-anak cenderung berkarakter 'penuntut.'

Beberapa kajian bentuk perilaku pengasuhan dalam relasi orang tua-anak adalah:

-kontrol/ pemantauan

-dukungan dan keterlibatan

-komunikasi

-kedekatan

-pendisiplinan

Aktivitas pengasuhan anak yang dilakukan oleh orang tua dalam keluarga merupakan salah satu bentuk proses pendidikan nilai-nilai budaya. Setiap pengasuhan pasti berbeda-beda. Tergantung dari karakteristik orang tua masing-masing dalam mendidik.

Selain itu, dari status sosial ekonomi, akan ada perbedaan karakter pada keluarga kelas bawah, keluarga kelas menengah, atau keluarga kelas atas. Etnis dan agama dari keluarga juga turut memengaruhi, loh!

Seiring dengan perkembangan anak pada masa remaja, relasi antara orang tua dan anak akan mengalami penurunan. Sementara interaksi anak remaja dengan teman sebayanya akan meningkat. Mengapa begitu?

Rice & Dolgin (2008) memaparkan bahwa pergaulan anak remaja dengan sebayanya, menjadi sarana untuk berbagi perasaan, problem, dan pikiran. Mereka memperoleh penerimaan teman sebaya melalui sikap konform teman sebaya, berpartisipasi dalam kegiatan bersama, pencapaian nilai dan prestasi, juga penampilan fisik.

Dari penelitian menghasilkan dan menemukan pengaruh positif atau negatif dari interaksi dari teman sebaya terhadap perilaku remaja.

Perlu diingat, bahwa dalam suatu masa pada keluarga, pasti akan terjadi konflik. Dibandingkan dengan konflik dalam konteks sosial lainnya, maka konflik keluarga ini lebih sering terjadi, dan bersifat mendalam. Konfliknya lebih beragam. Konflik antar saudara, konflik orang tua - anak, dan bisa juga konflik antar pasangan.

Sumber konflik pada umumnya yang terjadi pada keluarga adalah “ketidakcocokan sudut pandang” yang berbeda antara orang tua dan anak.

Para ahli menelusuri konflik orang tua dan anak dimulai sejak anak masih menjadi janin sampai remaja, menemukan kesimpulan, bahwa konflik orang tua-anak meningkat pada remaja awal, mencapai puncaknya pada remaja tengah, dan menurun pada remaja akhir.

Namun ada beberapa strategi orang tua dalam menghadapi konflik dengan anak, yang harus diketahui orang tua, yaitu:

-melindungi

-mengantisipasi

-berkompromi

-mengalah

Bagaimanapun juga, keluarga adalah tempat utama bagi anak dalam menjalani proses tumbuh kembang. Sedangkan orang tualah yang menempati peran sangat penting dalam mendampingi anak bertumbuh dari kecil sampai dewasa. Dalam hal ini relasi antara orang tua-anak harus berkualitas, agar tercapai proses sosialisasi yang dibuat oleh orang tua.

Nah, lalu bagaimana mengetahui agar relasi antara orang tua-anak itu berkualitas?

1. Kredibilitas orang tua.

Anak akan menaruh kepercayaan pada orang tua, misalnya perkataan orang tua harus sesuai dengan tindakan ketika memberi teladan.

2. Keterbukaan dalam berkomunikasi.

Dengan berbicara terbuka antara orang tua-anak, akan menimbulkan pola komunikasi timbal balik (dua arah) dalam keluarga. Dengan cara ini orang tua punya kesempatan untuk menjelaskan harapannya pada sang anak, serta mengevaluasi perilaku anak jika ada yang salah.

3. Orang tua harus bersikap lebih memusatkan pada kebutuhan anak dari pada kebutuhan diri sendiri.

Sikap ini berarti upaya memahami keinginan anak, dan memberi kesempatan pada anak untuk mengambil keputusan sendiri.

4. Percaya pada anak

Sikap ini berarti memberi ruang dan kesempatan pada anak untuk memutuskan sesuatu. Artinya orang tua menghargai pendapat anak, dan mengakui eksistensinya (keberadaannya) Hal ini mendidik anak agar belajar mandiri, dan membuat anak menjadi lebih percaya diri.

O, ya, tapi perlu disadari juga, relasi orang tua-anak yang berkualitas, bukan berarti terbebas dari konflik, ya. Nah! Konflik itu justru berperan sebagai penguji dan pengukuhan relasi antara orang tua-anak.

#RCO2025 #RCO.3.0 #ReadingChallengeODOP #TantanganPekan4RCO


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fenomena Reading Slump

KENCAN