RENCANA


 


RENCANA

Penulis : Lidwina Ro 


Ketika aku sudah cukup umur, akhirnya Suster Sisil bercerita, dulu aku ditemukannya di depan pintu gerbang panti asuhan. Sedih? Pasti. Kecewa? Tentu saja. Siapa yang tidak sedih dan kecewa ketika mengetahui bahwa kehadirannya tidak diinginkan? Ya, aku adalah anak yang dibuang.

Tetapi Suster Sisil selalu punya pandangan lain. Dengan santai dia memeluk bahuku sambil tersenyum, dan mengatakan kalau Tuhan memang jagonya membuat skenario. Bukan skenario kacangan. Tetapi skenario hebat yang sudah pasti diukur dengan jitu. Tuhan itu ibarat guru, yang tidak salah membagi soal ujian pada murid-murid. Kata Suster Sisil, tidak mungkin kalau Tuhan membagi soal ujian murid SMA pada murid SD. Semua soal ujian dibagikan sesuai dengan takaran pelajaran dan kelas masing-masing murid. Jadi kerjakan saja dengan tenang, dan jawab soal-soalnya di kertas ujian tanpa banyak tanya. Begitu sederhana, bukan?

“Kalau ada soal yang tak bisa aku jawab bagaimana, Suster?” tanyaku penasaran.

Suster Sisil membelai kepalaku, dan tersenyum lembut. “Tinggalkan saja. Suatu hari nanti, pasti jawaban itu muncul sendiri. Dengan cara yang tidak kamu duga.”

Perkataan Suster Sisil ini ternyata benar. Sedikit demi sedikit aku mencoba menetralisir rasa sedih dan kecewa dengan mencurahkan pada pelajaranku di kelas, juga membantu merawat anak-anak terlantar di panti asuhan. Masih banyak hal-hal baik lainnya di dunia ini yang patut dikerjakan. 

Suatu hari Suster Sisil berkata, bahwa ada seorang wanita yang menginginkanku menjadi anaknya. Aku diminta segera berkemas menyiapkan diri, dan meninggalkan panti asuhan. 

“Jaga dirimu baik-baik, Agnes. Jangan lupa berdoa. Mamamu ini orang baik dan pandai. Dia tidak mempunyai anak, dan dia akan menyekolahkanmu, memuatmu menjadi wanita sukses suatu hari nanti.”

Aku tercengang. “Me-mengapa harus aku, Suster?”

Suster tertawa kecil, dan memelukku dengan erat.

 “Mengapa kau belum mengerti juga, kalau ini bagian dari rencana-Nya? Kerjakan saja ujiannya dengan tenang. Tidak perlu gelisah dan cemas. Dia tidak pernah salah, Agnes. Percaya saja.”

Janganlah kita selalu mengukur kebaikan Tuhan dari apa yang kita dapat, karena terkadang Tuhan bekerja lewat ‘apa yang hilang’ dari kehidupan kita.


Cikarang, 20.05.23

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEBUAH RAHASIA

AYUNAN

TAMAN KOTA (2)