KENCAN


 KENCAN

Penulis : Lidwina Ro 


“Halo? Halo, Mas Galih, ya?” 

Suara manja menyapa dengan lembut saat aku mengangkat ponsel. Suara yang sudah familier di telingaku itu langsung memecah kantuk. Ibarat lampu neon lima Watt, kini mataku berubah terang benderang, seterang neon seratus Watt. Aku pun segera duduk di pinggir kasur.

“Hai, Arini!” sahutku agak keras, sambil tersenyum-senyum bahagia sendiri. Maklum, di luar deras, takut kalau gadis itu tidak bisa mendengar suaraku, karena kalah oleh suara derasnya hujan yang mengamuk siang ini. Entah mengapa, jaringan telepon Arini bisa menerobos masuk di cuaca yang buruk.

Ada tawa kecil di ujung sana. Sedikit genit. Tawa yang spontan membuyarkan niat tidur siangku. Hebat juga Arini bisa-bisanya dia meneleponku di hujan deras. Karena biasanya sinyal ponsel akan ngadat mendadak di cuaca buruk seperti sekarang ini.

“Lagi ngapain? Tumben menelepon. Sudah kangen padaku, Rin?” godaku nakal.

Arini tertawa cekikikan. “Cuma mau mengingatkan saja, sih, apa kita malam nanti jadi nonton?” 

Suara yang manja itu kembali menggelitik telingaku, juga memggelitik .... Ah, sudahlah!

“Jadi lah. Meskipun hujan badai sekali pun, aku akan tetap menjemputmu sore nanti. Ini, kan, kencan pertama kali kita. Masak hujan beginian harus batal? Jangan lupa, kamu dandan yang cantik nanti. Oke?” gurauku sambil membayangkan kencan pertamaku yang bakal asyik nanti bersama si manja Arini. 

“Oke, Mas. Aku akan pakai baju merah terbaikku. Kalau begitu aku bersiap-siap dulu, ya?”

Tidak lama kemudian, Arini memutuskan sambungan telepon.

Tiba-tiba sebuah bantal melayang ke kepalaku. Mario, teman satu kos-ku mencebik. “Belagu amat, hujan badai dibawa-bawa. Rayuan playboy tengikmu gak berubah, dari dulu!”  

Aku tertawa ngakak. “Sirik saja, kau!”

“Siapa, tuh, Arini?” Mario mendekat. Sama seperti aku, rupanya dia penasaran juga.

“Gak tau. Telepon nyasar seminggu yang lalu awalnya. Lama-lama asyik juga mengobrol dengan dia. Nyambung saja, gitu. Makanya nanti sore aku mau ketemuan sama dia.”

“Lah, nasib Sarah, terus bagaimana? Dia gadis yang baik, loh! Kapan tobatmu, Galih? Jangan sampai kau nanti kena karma!”

Aku kembali ngakak. Tak mau memasukkan ujaran sirik Mario. Masuk telinga kiri, keluar telinga kanan. Begitulah kira-kira. Yang penting aku harus bertemu dengan Arini dulu. 

( Bersambung )


Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEBUAH RAHASIA

AYUNAN

TAMAN KOTA (2)