KUKUH (6)


 KUKUH (6)

Penulis : Lidwina Ro

“Mau apa lagi kita di sini, Mel?”

Amel mengetuk dahiku agak gemas. “Ya ampun, Lis. Ya, tentu saja kita mau makan. Makan! Masak mau berenang?” Dengan sigap Amel meraih menu di atas meja, lalu menuliskan pesanannya. Lalu matanya beralih cepat ke menu minuman.

“Ayo, Lis. Kamu mau makan apa? Bakmi gorengnya juga enak di sini. Mau coba?”

Aku menghela napas panjang. “Kalau kita mau nonton dan makan, kenapa harus bersama sepupumu? Kita, kan, bisa berangkat sendiri, Mel. Jadi tidak merepotkan.”

“Tadi itu Kukuh mampir ke kafe. Lalu lihat aku mau ke rumahmu. Dia menawarkan mengantar. Jelas aku mau lah, Lis.”

“Kayak takut diculik saja?”

Amel mencebik. “Ah, kamu, Lis. Mumpung dapat tumpangan gratis, dibayari nonton dan makan enak, kok, kamu enggak ngerti-ngerti, sih. Ini kesempatan bagus buat kita berdua, kan?"

“Tapi, Mel, aku yang gak enak.”

“Sama siapa? Sama Kukuh, maksudmu? Kukuh baik, kok. Dia sering mengajakku jalan-jalan dan makan. Percaya, deh, sama aku. Dia baik. Eh, Lis, kamu pesan apa? Mau ifumi kayak aku juga? Atau mi goreng? Bihun goreng? Puyunghai? Atau apa?”

“Bihun goreng.”

Dih, Amel gak paham. Aku bukan gak enak sama Kukuh. Tapi sama Aku melirik meja di seberangku, di mana di meja yang terpisah dengan kami, Kukuh duduk berdua mojok dengan seorang gadis berambut pendek. Meskipun aku tidak tahu namanya, tapi aku mengenalnya. Dia, gadis yang ada di rumah Kukuh waktu aku liburan di desa dulu. Aku masih ingat bagaimana sorot mata penuh selidik itu, saat aku mengantar puding mangga.

Amel rupanya mengikuti arah pandangan mataku, lalu tertawa kecil.

“Namanya dia Sarah. Dia itu teman kuliah Kukuh.”

“Aku pernah bertemu dengannya waktu berlibur di rumah kakekku, Mel.”

“Oh, apa iya? Kau sudah bertemu dengan Sarah? Rumah Sarah memang tidak jauh dari rumah Kukuh. Mereka memang berteman sejak lama.”

Berteman? Aku mengangkat bahu dengan ragu. Tapi bukankah semua itu bukan urusanku?

“Minum es jeruk, ya?” tanya Amel. Aku mengangguk saja. Apa pun, yang penting segera bisa pulang.

Kukuh memang mengantar pulang dengan mobilnya. Semua beres. Sudah kenyang, puas lalu kantuk pun datang.

“Mbak, pesananku mana?” tanya Atika tiba-tiba menghampiriku.

“Aduh!” Aku menepuk dahi. Baru ingat tas belanjaanku tertinggal di mobil Kukuh.


Cikarang, 09.05.23

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fenomena Reading Slump

BASWARA (4)

LANGIT BIRU