KUKUH (4)


KUKUH (4)

Penulis : Lidwina Ro 


Jadi Kukuh adalah sepupumu?”  tanyaku setengah tak percaya, setengah bingung. Amel mengangguk sambil nyengir kuda.

“Kebetulan saja kemarin Kukuh mampir. Dia datang pas aku memperhatikanmu dari balik kaca. Dia ikut-ikutan memperhatikanmu, lalu katanya, dia mengenalmu, Lis.”

Aku menyeringai, teringat kembali saat Kukuh membantuku mengambil mangga di rumah Kakek. Dunia sempit sekali, ya!

“Aku kaget, ternyata kalian sudah saling mengenal. Kukuh cerita tadi malam sama aku. Eh, lalu gimana?” Amel tiba-tiba menatapku serius. 

“Gimana apanya?” Aku mengerutkan dahi, tak tahu arah pertanyaan Amel.

“Gimana menurutmu setelah kau tahu tingkah Bima?”

Aku menghela napas, sambil mengangkat bahu. “Mau gimana lagi? Aku sudah malas, Mel.”

“Apa Bima kemarin melihatmu pergi bersama Kukuh? Apa dia melihat kalian berdua?”

Aku tertawa tanpa suara, dan mengangguk samar. Mungkin aku terlihat jahat, tetapi aku puas melirik raut wajah Bima, saat melihatku melintas bersama Kukuh melewati kursinya. Bima tampak kaget dan geram. Aku yakin Bima pasti penasaran tingkat dewa saat Kukuh juga sengaja merangkul bahuku tiba-tiba, tanpa peringatan sebelumnya. Kaget dan tidak sempat lagi menghindari kelakuan Kukuh. Mau tak mau aku kemarin hanya pasrah melihat senyum tengilnya, dan telunjuknya yang mengisyaratkan aku untuk diam.

Aku tahu Kukuh sekedar ingin menghiburku semata, dan hanya tidak ingin melihatku terlihat kalah telak di mata Bima dan gadis asing itu. Kukuh juga meminta maaf atas kelancangannya, setelah itu. Jadi kuanggap semua sudah beres.

“Apa Bima tidak bertanya apa-apa?” desak Amel menyelidik.

“Dia menelepon berkali-kali, tapi aku tidak mengangkatnya.”

“Bagus, Lis! Dia harus diberi pelajaran agar tidak mempermainkan hati perempuan dengan seenaknya sendiri.”

Ketika langkah kami sampai di depan kelas, aku melihat Bima sudah berdiri menunggu di sana. Wajahnya keruh, dan matanya tajam menatap ke arahku. Akan terasa aneh, jika aku menghindar. Aku bukan tersangka. Jadi mengapa aku yang harus lari? Lagi pula beberapa menit lagi pelajaran akan dimulai. Aku hanya malas berbicara dengan Bima.

“Pulang sekolah nanti, aku mau bicara denganmu, Alisa.”

“Bicara apa lagi? Tidak, ah. Semua sudah selesai,” tolakku halus.

“Tidak begini cara menyelesaikan masalah kita, Lis,“ ujar Bima ngotot. “Aku hanya ingin tahu siapa lelaki itu?” sambung Bima tak senang.

“Bukan siapa-siapa,” sahutku dingin, dan berlalu melewatinya dengan pikiran yang dipenuhi oleh bayangan tubuh jangkung dan senyum tengil milik Kukuh.


Cikarang, 07.05.23

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fenomena Reading Slump

BASWARA (4)

LANGIT BIRU