BATAS WAKTU (2)
BATAS WAKTU (2)
Penulis : Lidwina Ro
“Selamat malam Pak Danar,” sapa salah seorang karyawan kafe, saat melihatku menghampiri dan berbicara pelan pada Yosefin. Aku mengangguk, membalas salam. “Duluan, ya!”
Yosefin mengikutiku dari belakang tanpa suara. Aku tahu, dia terpaksa. Gadis itu lalu melambai kecil pada teman-teman kerjanya. Kudengar beberapa ada yang berdehem menggoda, sisanya menatap dengan rasa ingin tahu yang besar.
Dengan halus, Yosefin duduk manis di kursi depan, tepat di sebelahku. Seperti biasa, gesturnya kaku seperti patung, dan menjaga jarak.
Masih tanpa sapa, tangan Yosefin mendekap erat tas dalam pangkuannya. Sementara kedua matanya menatap lurus arah jalanan dengan sedikit tegang. Jelas kelihatan sekali, kalau enggan menoleh ke arahku.
“Kau kelihatan agak kurus.” ujarku memecah kesunyian, sambil memundurkan mobil. Pak Suryo memberi aba-aba dengan cekatan, la
“Apa?” Yosefin menoleh kaget, menatapku seperti melihat orang aneh.
“Apa kau makan dengan benar?” tanyaku kemudian.
Yosefin mengangguk buru-buru.
“Apa pekerjaanmu sangat menyita waktu, sehingga kau tidak memperhatikan pola makan dengan benar?”
“Ah, tidak. Semua baik-baik saja, kok,” kilah Yosefin cepat.
“Kau betah kerja di situ?” tanyaku sambil melirik spion kanan. Jalanan yang tak banyak kendaraan melintas, memicu keinginanku untuk menginjak gas lebih dalam. Lengangnya jalan membuat hobi lamaku muncul kembali. Bersenang-senang sedikit di malam hari. Ngebut!
“M-mas, to-tolong, pelan sedikit. Aku takut ....”
Aku menyeringai. Baru sadar ada patung hidup duduk di sampingku. “Sori.”
Perlahan aku mengurangi kecepatan laju mobil. “Jadi?”
Yosefin menoleh bingung. Aku melihat wajahnya sedikit pucat, menatapku tak paham.
“Kau betah kerja di kafe?”
“Oh, itu ... betah, Mas. Betah.”
“Bisa mengatur jadwal kuliah sambil kerja?”
“Bisa.”
Hanya butuh waktu kurang dari lima belas menit untuk sampai di rumah kecil Yosefin. Kelihatan sekali kalau wajah gadis itu tampak lega saat mobilku berhenti tepat di depan rumahnya.
“Terima kasih, Mas.”
Tidak ada ekspresi apa pun di wajah kuning bersih itu, selain senyum samar yang lega.
“Besok gak ada kuliah, kan? Kujemput pagi. Bersiaplah.”
“Eh!”
“Apa?” Aku menatap lurus dan dalam. Membuat Yosefin membuang muka ke samping.
“Bisa, kan? Ini permintaan Mama,” lanjutku yang tiba-tiba senang melihat pipi tirus kemerahan itu.
“Tante Agata?” Alis Yosefin mengernyit.
“Ya, siapa lagi?” balasku sambil tersenyum penuh kemenangan saat Yosefin menunduk. Nah!
( Bersambung )
Cikarang, 19.05.23
Komentar
Posting Komentar