BASWARA
BASWARA
Penulis : Lidwina Ro
Satu jam lebih sudah aku menunggu di kampus, tetapi mengapa jemputanku belum datang juga? Resah aku meneruskan bacaanku, sekedar untuk membunuh rasa bosan. “Maaf, apa kamu Yovi?”
Aku mengangkat wajah dari novel yang kubaca. Aku mengernyit heran pada lelaki asing yang berdiri dengan raut penuh salah itu. Wah, bagaimana lelaki itu bisa tahu namaku?
“Siapa kau?” tanyaku waspada.
Senyum lega yang mencetak dua lesung pipi, segera menarik perhatianku. Hm, tampan juga.
“Baswara. Maaf kalau kau menungguku terlalu lama. Tadi sangat macet,” sahutnya seraya meraih kruk yang tergeletak di sisiku.
“Mari,” sambungnya sopan sambil meraih tanganku untuk bangun dari tangga kampus.
“Eh! Apa yang kamu lakukan?” Aku menatap tajam pada lelaki yang sudah bersiap membantuku berdiri itu.
“Mengantarmu pulang.”
“Ta-tapi siapa kau?”
“Aku Baswara.”
Baswara. Baswara. Tapi siapa Baswara? Mengapa aku tidak pernah melihat dia sebelumnya?
“Apa kau sopir baru ayahku?”
Lelaki itu mengernyitkan dahi. Matanya sontak melirik ke arah kaos tanpa kerahnya, kemudian tersenyum kecil.
“Oh, iya hampir lupa aku. Tadi Pak Karman mendadak pulang, karena istrinya akan melahirkan. Jadi aku ....”
“Bilang, kek, dari tadi,” potongku lega, saat dia menyebut nama sopir kantor ayahku.
Baswara tertawa tanpa suara, matanya jenaka menatapku lama. Ish! Tapi mengapa hati ini mendadak gelisah? Siapa Baswara sesungguhnya?
**
Belum pernah aku merasakan keanehan ini sebelumnya. Semua ini memang tentang Baswara. Sejak lelaki berlesung pipit itu mengantarku pulang, beratus-ratus pertanyaan seolah menggantung tak berujung. Berbagai spekulasi tentangnya selalu berbuntut buntu. Aku harus mengakhirinya.
“Yah, boleh aku tanya sesuatu?” Aku mengambil tempat di sisi ayah yang sedang menonton televisi.
“Hm? Ada apa?” Ayah tersenyum.
“Apa sopir baru Ayah itu masih bekerja?”
“Sopir baru?” Ayah mengernyit.
“Sopir baru yang menjemputku kuliah saat istrinya Pak Karman melahirkan itu, loh, Yah.”
Sejenak ayah mengingat-ingat, kemudian tertawa geli. “Oh, Baswara, maksudmu?”
Aku mengernyit, curiga dengan nada tawa ayahku.
“Kenapa dengan Baswara? Apa dia mengganggumu kemarin?” selidik Ayah.
Jujur saja, Baswara memang mengganggu pikiranku. Bahkan sosoknya memenuhi seluruh otakku belakangan ini. Ingin sekali aku bertanya keberadaannya pada Pak Karman, tapi aku terlalu gengsi.
“Sebelum balik ke Jakarta, Baswara sempat titip salam buat kamu kemarin, Yovi.”
“Balik ke Jakarta, Yah?”
“Kantor ayahnya memang di Jakarta. Kemarin dia ke sini karena mewakili ayahnya yang sedang sakit.”
Aku membeku. Sial! Jadi ternyata Baswara adalah anak kolega Ayah!
“Baswara memang baik. Kemarin waktu Pak Karman menjemputnya di bandara, tiba-tiba istrinya ada masalah waktu akan melahirkan. Jadi anak itu menyuruh Pak Karman pulang, dan menawarkan diri menjemputmu. Apa ada masalah?”
Aku melongo.
Cikarang, 16.05.23
Komentar
Posting Komentar