AYUNAN


 AYUNAN

Penulis : Lidwina Ro 


Ini baru pertama kali Adel ikut arisan ibunya di rumah Bu Sarah. Rumahnya besar dan bagus. Ada taman dengan air mancur. Bahkan di sudut halaman ada perosotan dan ayunan. Tapi semua itu tidak menarik bagi Adel. 

 “Adel mau pulang, Bu. Ayo pulang, sekarang,” rengek Adel, di suatu sore, sambil meraih lengan ibunya.  Perlahan-lahan genggamannya pada sang ibu semakin kuat. Berkali-kali anak berumur sekitar lima tahunan itu menempelkan wajah ke lengan ibunya, seolah meminta perhatian. Sayang, tidak ada jawaban dari ibunya. Yang ada hanya obrolan seru dan canda riang sekelompok ibu-ibu yang sedang menggelar acara arisan. Maklum, ibu-ibu itu hanya bertemu sekali sebulan dengan temannya dalam acara arisan, yang tentu saja lebih banyak bergosipnya dari pada mengocok arisan. Jadi mana bisa diganggu? Mustahil!

“Bu? Ayo pulang sekarang, Bu!” rengek Adel. Tangannya mulai menarik-narik lengan ibunya.

“Kok, pulang? Arisannya saja belum dimulai. Jangan nakal, begitu, ah! Mau kue? Apa mau minum?” Untuk mengalihkan rengek anaknya, Bu Melati mengambil sepotong kue bolu, kue pastel dan sebotol air mineral kemasan kecil pada Adel.

Belum sempat Adel menolak, ibunya sudah menggenggamkan dua kue itu pada tangan Adel, lalu sibuk mengobrol kembali dengan teman sebelahnya.

“Bu ....”

“Mainlah sama teman-temanmu di sana. Lihat, ada ayunan dan perosotan di taman. Pergilah main dengan Nita, sana! Tapi jangan berebutan, ya?” 

Beberapa anak memang sedang bermain ayunan di sudut halaman rumah Bu Sarah. Ada ayunan yang talinya diikat erat ke cabang sebuah pohon rindang. Sebuah perosotan bercat kuning cerah, juga tampak ramai oleh beberapa anak kecil.

Takut ibunya melotot lagi, Adel berjalan ragu ke arah ayunan, di sudut halaman. Ada Nita yang sedang main ayunan. Adel mengenalnya. Nita juga sering dibawa ibunya arisan, sama  seperti dia.

Nita melambaikan tangannya dengan semangat. “ Sini, Adel! Mau main ayunan juga? Tapi tunggu sebentar dulu, ya!”

Adel mendekati mereka. Tidak ada niat untuk bermain ayunan. Dia memakan kue bolunya pelan-pelan sambil menatap Nita yang tampak ceria dan tertawa senang saat ayunan bertambah kencang. Anak berbaju merah yang sebaya dengan Adel juga tak kalah riang mendorong ayunan dari belakang. 

Setelah puas berayun, Nita menunjuk ke arah perosotan yang tak jauh dari ayunan. “Aku mau main perosotan. Kau mau ikut tidak?”

Adel mengangguk. Baru saja Adel akan mengikuti Nita, tetapi langkahnya tertahan saat anak berbaju merah itu menyapanya lembut.

“Hai, mainlah ayunan dulu, aku akan mendorongmu.”

Adel menoleh, menatap anak berbaju merah itu dengan ragu. Dilihatnya anak perempuan itu dengan teliti. Rasanya belum pernah melihat anak itu, di sepanjang dirinya ikut arisan di rumah-rumah teman-teman ibunya.

( Bersambung )

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fenomena Reading Slump

BASWARA (4)

LANGIT BIRU