MEGA 2


MEGA 2

Penulis : Lidwina Ro 


 “Bisa, kan, Mah? Bisa, kan, aku punya papa baru seperti Silvi?”

Diam-diam aku menarik napas. Suaraku seperti hilang, entah ke mana. Kulirik Mega yang masih penasaran menunggu jawabanku.

“Mengapa Mamah diam saja? Apa Mega tidak bisa punya Papa baru seperti Silvi, Mah?”

Linglung harus menjawab apa. Yang aku tahu mulutku terbuka tertutup tak jelas seperti ikan mas koi. Hanya bisa menatap Mega dengan lidah kelu. Aku bagai berhadapan dengan seorang monster cilik yang lupa caranya untuk berlari. Entah setan dari mana yang berhasil merecoki otak anak semata wayangku itu.

“Mah!” Lagi-lagi Mega mengagetkanku saat melihatku membeku dan hanya bisa terpaku diam.

“Bisa, enggak, sih, Mah?” ulang Mega yang rupanya masih tidak mau berhenti mendesak.

Kutarik nafas lagi sebanyak mungkin, untuk memenuhi asupan udara demi jantungku yang tiba-tiba mendadak konslet.

“Bisa apa?” sahutku masih belum mengerti jalan pikiran Mega.

Kali ini Mega merengut. Setelah membuang potongan kukunya di tempat sampah, dia menghampiriku.

“Mega bisa apa enggak punya Papa baru? Yang seperti papanya Silvi itu, loh, Mah.”

“A-ada apa denganmu, Sayang? Mengapa tiba-tiba bertanya seperti itu? Kita, kan, baik-baik saja hidup berdua seperti ini,” bujukku semanis mungkin, sambil berusaha menyembunyikan kegaduhan hatiku. Kudekap Mega dengan lembut. Mengelus rambutnya yang ikal. Ikal seperti ....

“Apa Mama tidak mau menikah lagi? Kan, tinggal menikah saja, Mah?”

Tinggal menikah saja? Ah, bagaimana aku bisa menikah lagi? Dan bagaimana aku harus menjelaskannya pada anak sekecil Mega? Semua terlalu rumit bagiku. Apalagi bagi Mega. Bagaimana ini?

Kalau saja pikiranku bisa sesederhana itu. Ya, kalau saja pikiranku bisa sepolos seperti pikiran Mega.

“Memangnya apa yang kurang pada kita, Sayang? Hm? Kau lihat, Mama sudah bekerja keras untuk bisa memenuhi segala kebutuhan hidup kita. Meskipun kita tidak terlalu kaya, tetapi semua yang kau minta, pasti bisa Mama belikan. Betul, kan? Mama juga sangat menyayangimu. Tidak pernah sekalipun, Mama membiarkanmu kesepian, dan merasa sendirian. Lalu ... apa lagi yang kurang?”

Mega mengurai pelukanku, sejenak menatap ke dalam mataku. Samar-samar dia mengangguk, menyetujui semua ucapanku. Aku pun sedikit lega.

“Yang kurang ... hanya Papa.”

Aku terkesiap, lalu cepat-cepat mendekapnya kembali. Kali ini lebih erat kubawa kepala monster kecilku ke dalam dadaku, supaya tidak bisa bicara lagi.

“Apa sulitnya mencari Papa baru, Mah?”

“Tidak semudah itu, Sayang.”

“Mudah, Mah. Kan tinggal bilang saja.”

“Tinggal bilang saja? Bilang sama siapa? Apa maksudmu, Sayang?”

Mega membulatkan kedua matanya yang jernih ketika menatapku yang kebingungan.

“Bilang saja sama Om Ares. Om Ares pasti mau menjadi papa baru Mega.”

Ares? Mataku tak kalah bulat sekarang. Jantungku benar-benar mau copot mendengar nama Ares!

(Bersambung)


Cikarang, 25.04.23

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fenomena Reading Slump

BASWARA (4)

LANGIT BIRU