BAYANGAN


 BAYANGAN

Penulis : Lidwina Ro

Syukurlah, Malam Jumat sudah berlalu. Malam Jumat adalah hari yang paling Aila benci. Dirinya bahkan tidak tahu alasannya, mengapa membenci malam Jumat. Tidak ada yang khusus. Juga tidak ada sesuatu yang berarti atau yang istimewa di hari itu. Dulu.

Hanya saja, sejak dua Minggu yang lalu, tidak sengaja Aila terbangun di tengah malam karena kebelet pipis. Dan di sudut ruang makan itulah, Aila sekilas melihat sosok bayangan perempuan sebayanya. Sedang berdiri di dekat meja makan, dan sekilas melempar senyum padanya, dan seolah ingin berbicara padanya. Aila pun nekat.

“Si-siapa kau? Siapa namamu?”

Bayangan perempuan itu menyebutkan sebuah nama dengan cepat.

Aila terkesiap kaget. Tubuh Aila bahkan sempat membeku dingin. Bukan karena bayangan yang sontak menghilang itu. Bukan. Tetapi pada bayangan perempuan yang wajahnya mirip dengannya itu! Mengapa wajah mereka sama?

Siapa bayangan perempuan itu? Mengapa mereka begitu mirip? Otak Aila langsung mengingat-ingat masa lalunya. Sepertinya semua sudah sangat jelas. Bahwa dirinya adalah anak pertama, dan dari pernikahan Bapak yang ke dua, Aila mempunyai adik perempuan bernama Aliya. Otomatis orang tuanya hanya mempunyai dua anak saja.

Ah, sayang sekali ibu kandung Aila sudah meninggal. Kalau saja masih ada, pasti Aila akan menanyakan hal ganjil tersebut. Atau, mungkin saja Bapak mau bercerita tentang masa lalunya?

“Pak, apakah hanya aku satu-satunya anak Bapak sebelum menikah lagi dengan tante Ami?” bisik Aila saat ada kesempatan berdua dengan bapaknya di suatu sore yang sepi.

“Hanya Aila satu-satunya anak Bapak. Tumben. Mengapa kau tanya seperti itu, Ai?” Bapak yang sedang menyeruput kopi hitamnya, segera meletakkan cangkir dibatas meja, dan menatap Aila heran.

Aila hanya tersenyum samar. Menggeleng pelan.

“Ada apa? Coba ceritakan pada Bapak,” ujar lelaki paruh baya itu dengan wajah antusias.

Aila menunduk. Tidak tahu harus berkata apa. Tidak tahu harus memulai bercerita dari mana. Tapi bayangan wajah perempuan itu seolah-olah menari di pelupuk mata. Dan tiba-tiba Aila ingat dengan nama yang terlontar dari bayangan serupa dirinya itu. Ah, ya! Mengapa tidak sekarang saja, dirinya bertanya pada Bapak? Siapa tahu Bapak kenal! Ya, siapa tahu?!

(Bersambung)


Cikarang, 190323

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fenomena Reading Slump

BASWARA (4)

LANGIT BIRU