TENTANG CINTA


 TENTANG CINTA

Penulis : Lidwina Ro 


“Gado-gado dua, yang satu tidak pakai timun. Es teler satu, es teh satu.”

Natali mendongak, tertegun menatap lelaki yang sedang memesan makanan itu. Lidahnya tiba-tiba kelu. Tak tahu harus berkata apa. Sudah sekian tahun berlalu, tetapi Alang ternyata masih ingat makanan favoritnya. Gado-gado tanpa timun dan es teler.

“Kenapa? Mau aku pesankan pisang bakar keju juga?” tanya Alang bersiap-siap akan melambaikan tangan pada pelayan.

Natali langsung batuk-batuk. Alang bahkan masih ingat kalau dirinya juga penggemar berat kuliner pisang. Gila. Ini sungguh gila!

“Eh! Tidak usah, Lang!”

“Kenapa? Takut timbangan lari maraton ke kanan?” seringai Alang berkelakar, dan langsung kusambut dengan tendangan kaki kecil di bawah meja. Alang hanya tergelak.

Hm, lelaki itu selalu mampu membuat perasaanku seringan kapas. Alang tidak pernah berubah. Dia tetap kocak, dan perhatian. Bersamanya terasa tenang dan baik-baik saja.

“Tapi aku tidak sebesar gentong, Lang.” Natali melirik tubuhnya yang memang sedikit berubah padat dan berisi.

“Tubuhmu langsing atau bengkak segentong, bagiku kau tetap sama, Nat. Sama saja di mataku,” desis Alang seakan terdengar jauh sekali.

Senyum Natali surut perlahan. Dia melihat ada sekelebat luka melintas, tapi segera lenyap. Dalam hitungan detik, mata cokelat tua Alang kembali bersinar hangat menatap Natali.

Sambil menikmati gado-gado langganan mereka di saat SMA, Natali mencuri-curi pandangan ke arah Alang. Delapan tahun telah berlalu, hal penting apa kira-kira yang tidak diketahuinya dari Alang sekarang, selain lelaki itu menjadi dokter di Rumah Sakit Harapan Kita?

“Berapa hari kau menjenguk ibumu di sini, Nat?”

Natali menghela napas. “Mungkin seminggu. Dua Minggu.”

Kali ini dirinya pulang ke rumah ibunya, karena memang menjenguk ibunya yang sedang sakit di rumah sakit. Kalau saja Alang tidak memanggilnya di koridor rumah sakit tadi, pasti dia tidak pernah tahu keberadaan lelaki itu sejak ...

Ponsel Natali tiba-tiba berdering. Natali segera mengangkatnya. “Hallo?”

Lalu Natali terlihat mengangguk. “Aku masih makan di luar. Sebentar lagi aku balik.” Natali menutup ponselnya.

“Suamimu?” tanya Alang, tersenyum tipis.

Natali mengangguk berat. Kembali menemukan kilat murung di mata cokelat muda itu.

“Kalau masih kau beri kesempatan, boleh kita makan di lain hari?” tanya Alang hati-hati.

Natali sejenak larut ke dalam samudera cokelat tua itu. Hanya beberapa detik, lalu entah kenapa kepalanya mengangguk. Dalam hati Natali merintih. Kapan cinta pertamanya ini bisa ditendangnya jauh dari pikirannya? Ah!


Cikarang, 150223


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fenomena Reading Slump

BASWARA (4)

LANGIT BIRU