TEGAR


 TEGAR

Penulis : Lidwina Ro

“Lang?” Terkejut aku melihat Elang keluar dari rumahku. Sementara Mbok Gami menyusul keluar dengan wajah lega.

“Mas Bagas sudah tidak panas lagi, Bu. Tadi Pak Dokter yang memberi obat,” lapor wanita tua yang setia membantuku menjagakan Bagas di saat aku ngantor.

“Sementara ini Bagas sudah aman. Hubungi aku kalau demamnya naik. Oke, aku mau berangkat kerja dulu, Mel.”

“Terima kasih, Lang.” Entah sudah berapa kali Elang, tetangga sebelah rumah, membantuku di saat aku tidak berada di rumah. Lelaki itu seperti dikirim Tuhan untuk menolongku di saat-saat aku mengalami kesesakan.

Elang tersenyum, menatapku lama. “Jangan khawatir, Bagas akan baik-baik saja. Sudah, tengok dulu Bagas di dalam.”

Aku mengangguk, dan menemui jagoan kecilku yang sudah terlelap di kamar. Belakangan ini Bagas memang agak rewel. Setiap kali aku berangkat kerja, selalu menangis ingin aku. Mbok Gami terkadang kesulitan membujuknya.

“Tadi Mas Bagas memanggil-manggil terus nama papanya.”

Aku menghela napas. Seperti ada sebilah pisau yang langsung mengiris hatiku. Perihnya bukan kepalang.

“Apa tadi pagi papanya datang menemui Bagas?”

“Iya, Non.”

Semua berawal dari ulah Ardi sendiri. Perselingkuhannya dengan mantan pacarnya kali ini, tidak mungkin aku ampuni. Memang perceraian ini seperti makan buah simalakama. Aku betul-betul kesulitan memilih. Di sisi lain selamanya aku akan hidup dengan pikiran yang sudah rusak menilai konsep pernikahan. Di sisi lain lagi, dihadapkan kenyataan bahwa Bagas akan kehilangan kesempatan memiliki keluarga utuh. Kelihatannya sangat tidak adil bagi anak sekecil Bagas. Aku seolah-olah yang menjadi penjahatnya, karena merampas kebahagiaan seorang anak yang tidak tahu menahu akar masalah kehidupan berkeluarga yang rumit.

Hari ini aku kembali dikejutkan oleh Elang. Dokter muda yang sudah lama akrab denganku itu, tiba-tiba menghampiriku dengan wajah serius sambil menatapku lama.

“Akan aku menikah, Mel.”

“Benarkah? Gadis mana yang menjadi pilihanmu, Lang? Kau tidak pernah mengenalkannya padaku.”

“Kau sudah mengenalnya.”

Aku mulai tertarik dan mencoba menerka gadis-gadis di sekitar perumahan ini.

“Siapa? Anak Bu Tejo yang kuliah di UI itu? Anjani? Atau Nadia? Eh, atau Yosida gadis keturunan Jepang yang baru pindah ke perumahan kita itu? Yang mana, Lang? Semua gadis-gadis di sini cantik semua.”

Elang menyeringai. “Dia bukan gadis, Mel. Tapi janda.”

(Bersambung)


Cikarang, 180223

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fenomena Reading Slump

BASWARA (4)

LANGIT BIRU