SESUNGGUHNYA CINTA


 SESUNGGUHNYA CINTA

Penulis : Lidwina Ro

Mata yang bersinar hangat dan tingkah sedikit manja itu tidak mudah untuk diabaikan. Apalagi wajahnya sangat cantik. Selain tidak mudah marah, Raisa juga tidak mudah menyerah. Hal yang ini sangat menguji nyali Deni.

Sudah lama Raisa berusaha mendekatinya dengan halus. Di antara beberapa gadis yang mencoba mendapatkan hatinya, Raisa adalah yang istimewa.

Sebuah kue tar ulang tahun mungil dan sebuah kado di terimanya dari kurir pagi tadi. Dua tahun ini Raisa selalu rutin melakukannya. Jelas Deni tahu apa yang tersirat dalam hati Raisa.

Sepulang mengantar Raisa pulang setelah mereka makan malam, Deni memeriksa pesan yang masuk dari ponselnya. Diam-diam menghela napas kecewa, saat yang diharapkannya tak terjadi.

Sungguh konyol! Sejujurnya sepanjang hari Minggu ini, dirinya resah. Kalau saja dia bisa membedah isi hatinya sendiri, akan dicungkil dan ditendangnya jauh-jauh rasa itu. Bagaimana mungkin dirinya masih saja teguh menyimpan rasa itu dari dulu?

Seraut wajah datar tanpa senyum lagi-lagi melintas dalam pikirannya. Mata tenangnya terbaca sunyi tak tersentuh. Walau tak pernah berkeluh kesah sepatah kata pun, terkadang tak dapat sembunyikan sendu.

Deni berdecak kesal sambil menepikan mobilnya. Dia lalu meraih ponselnya. Dua kali nomor yang ditujunya tidak menjawab. Setelah dua menit berdiam diri, Deni menelepon kembali. Kali ini diangkat.

“Arumi?”

“Iya?”

“Kau di rumah?” 

“Aku di luar.”

“Semalam ini masih di luar?” sengit Deni tidak senang. “Di mana kau?” sambung Deni penasaran sekali.

“Di Panti Asuhan Kasih, ini sudah mau pulang, kok.”

“Aku akan ke sana, Arumi," ujar Deni tanpa pikir panjang lagi.

“Eh? Tapi ....”

“Dengar. Aku akan menjemputmu sekarang juga, tunggu aku dulu!” potong Deni gusar sambil mematikan ponsel, dan putar balik.

Lima belas menit kemudian, Deni menemukan sosok kurus Arumi yang berdiri di depan gerbang panti asuhan. Sendirian.

“Mengapa kau tidak bilang kalau mau kemari? Aku kan bisa mengantarmu.” Setengah menghardik Deni membuka pintu mobil. Sesungguhnya dia lega bisa menatap kembali mata yang tenang sunyi itu. Dia sudah tahu, Arumi sering mengunjungi panti itu.

Arumi hanya tersenyum. Dan senyum itu bagi Deni sudah melebihi sebuah kue tar atau ucapan selamat ulang tahun.

Ah, cinta memang selamanya aneh. Cinta selamanya memang tidak meminta, karena cinta sesungguhnya hanya memberi.


Cikarang, 120223

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fenomena Reading Slump

BASWARA (4)

LANGIT BIRU