RENCANA
RENCANA
Penulis : Lidwina Ro
Dalam kamar mandi kantor, Aida memekik kegirangan. Harapan yang dikiranya sudah pupus, ternyata menghampirinya juga! Tak kuasa menahan tangis, Aida mengelus perutnya yang rata. Ya! Masih rata! Karena calon bayi mungilnya masih beberapa Minggu menghuni rahim.
Setelah sembilan tahun yang berat, penantiannya akan segera berakhir. Aida belum lupa, betapa ibu mertuanya sering menyindirnya karena tak sabar lagi menunggu kehadiran seorang cucu. Situasi yang menyesakkan dada Aida itu makin bertambah parah dengan hadirnya Sarah. Calon madu pilihan ibu mertuanya sendiri!
Aida menggenggam erat tespek bergaris dua itu seperti menggenggam sebuah berlian langka yang mahal. Hari ini dia punya rencana pulang kantor lebih awal untuk memasak sesuatu yang istimewa buat merayakan kabar baik ini bersama Pandu suaminya.
“Tumben kamu masak enak. Ada apa?” Pandu yang baru pulang, menatap nanar Aida. Dari ruang tamu hidungnya sudah menghidu wanginya steik buatan istrinya itu.
“Ada kado spesial buatmu hari ini, Mas. Eh, kenapa pulangnya malam? Dari mana saja?” senyum Aida manis dan bersemangat. Dia sudah tidak sabar ingin segera menceritakan semua rencananya untuk menyambut calon bayi mereka. Kamar bayi dengan cat nuansa hangat, tempat tidur bayi yang nyaman, beberapa selimut, baju lucu-lucu, kaus kaki mungil, popok, aneka mainan, juga ....
“Dari rumah Mama.”
Senyum Aida seketika surut, dan alisnya pun berkerut. Tidak biasanya Pandu ke rumah mama mertuanya tanpa mengajaknya. Hai, ada apa ini?
“Ke rumah Mama? Ah, tumben, Mas tidak mengajakku?“
Pandu menghela napas berat, matanya mencoba menghindari tatapan ganjil Aida.
“A-ada apa, Mas?” Aida merasa tidak enak. Dia langsung berdiri, dan mengambil gelas untuk suaminya. Segelas air putih dingin mungkin bisa menenangkan suasana dan meredam hati.
Aida membuka pintu kulkas, meraih botol air es. Tak lupa matanya melirik suaminya yang duduk makin gelisah. Ah, Aida jadi tertular gelisah.
“Mas? Apa ... apa mamamu sakit?”
Pandu menggeleng berkali-kali.
Kali ini Pandu susah payah menatap lurus Aida. Kedua matanya kelihatan sendu dan sedikit lelah.
“La-lalu ada apa, Mas?” desak Aida, dengan jantung berdebar keras.
“Mama memintaku menikahi Sarah.”
Gelas dalam genggaman Aida seketika terlepas. Jatuh di lantai berkeping-keping. Pandangan Aida mulai kabur, dan perlahan-lahan menjadi gelap. Segelap semua rencana-rencana yang belum sempat diceritakannya kepada Pandu.
Cikarang, 010323
Komentar
Posting Komentar