PENJARA BAYANGAN (2)


PENJARA BAYANGAN

Penulis : Lidwina Ro 

Bapak tidak akan secepat itu pergi meninggalkanku, Pak! Lalu ... Apa mungkin Ibu pulang, ya, Pak?” tanyaku berusaha menekan rasa sesak dan kecewa dalam dada.

Bapak sontak terdiam. Belaian tangan di punggungku juga terhenti. Untuk sejenak sunyi yang menyakitkan dada, melingkupi ruang makan.

Bapak menghela napas kasar. “Ibumu sudah mempunyai keluarga baru, Ros. Kau lebih baik jangan berharap banyak.”

Aku tahu bahwa Ibu sudah meninggalkan kami sejak lama. Namun jika Ibu mempunyai keluarga baru, apa Ibu juga harus tidak pulang? Jika Ibu memang enggan melihatku, lalu mengapa dia melahirkan aku? Mengapa mempertahankan aku? Sebesar itukah benci Ibu  padaku? 

“Ini memang salah Bapak, Ros,” bisik Bapak sambil tersenyum getir. 

Tangannya terasa gemetar saat mengelus rambutku. Seperti biasa bapak tidak bercerita banyak. Selalu ada kabut dalam matanya setiap kali membicarakan ibu. Hal ini membuatku tidak tega untuk mendesak Bapak bercerita lebih jauh lagi. Jadi aku hanya bisa menumpuk semua tanya di dalam hati. Dan sedikit demi sedikit, juga menumpuk rasa benciku pada Ibu. Di relung hati paling dalam.

 ***

Tepat jam dua belas malam, aku duduk di depan cermin. Aku tersenyum, bayangan di depanku pun ikut tersenyum. 

“Ayo keluarlah,” ujarku sambil menatap cermin dengan tajam.

“Sekarang?”

“Tentu saja. Aku benci melihatmu. Kau selalu mengingatkanku pada Ibu!”

“Tapi ibumu yang melahirkanmu, Rosa. Masa kau lupa?”

“Itu karena jamu-jamu yang diminum ibuku tidak mempan untuk menyingkirkanku!” jawabku geram sambil menunjuk ke arah kaki yang cacat.

“Kau lihat ini, kau lihat mengapa kakiku menjadi cacat? Ini semua karena Ibu terlalu banyak meminum ramuan jamu untuk melenyapkan aku,” sambungku dengan nada sumbang bercampur pedih.

“Dia masih muda waktu itu, Ros. Ibumu masih ingin bekerja di kota dan mencari uang untuk kebutuhan hidup. Yang harus di salahkan adalah bapakmu, yang sudah menghamili ibumu.”

“Mungkin Bapak bersalah di masa lalu. Tetapi Bapak tidak pernah meninggalkan aku,” sengitku membela Bapak. “Justru Bapak yang merawatku sejak kecil,” sambungku lirih.

(Bersambung)

Cikarang, 160223



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fenomena Reading Slump

BASWARA (4)

LANGIT BIRU