Gadis Spesial


Gadis Spesial

Penulis : Lidwina Ro 


Tidak ada yang spesial dari gadis itu. Begitulah kira-kira kaca mata lelaki atau penilaian pribadi dari seorang Dewa. Dia sendiri sebenarnya sudah punya tambatan hati, Lidia. Gadis cantik bermata sayu yang lembut. Dewa merasa sudah cocok bersama Lidia.

Tetapi entah mengapa mamanya masih saja bersikukuh pada pendapatnya, bahwa Ara adalah gadis spesial yang kelak harus bersanding dengan dirinya. Mengapa Ara spesial? Apa hanya karena rasa iba mamanya saja? Mama Ara adalah sahabat mamanya Dewa sejak SMA. Sejak mamanya Ara meninggal, sejak itu pula lah, mamanya Dewa ingin menjadikan Ara bagian dari keluarga.

Seorang gadis keluar dari gedung perkantoran. Berambut panjang, dibiarkan terurai begitu saja, tampak tergesa menuju pintu gerbang, mendekap map di dada. Kulit kuning langsatnya yang kepucatan sangat mencolok, membuat Dewa beberapa detik melirik. Ketika beberapa saat berusaha menatap wajahnya yang tertutup poni, baru Dewa sadar ketika dia menemukan sorot mata yang dingin itu. Gadis itu ... Ara.

“Naiklah, Ara.”

Mobil Dewa mendekat. Ara yang berdiri di tepi jalan, dan sibuk dengan ponselnya itu mendongak kaget. Beberapa detik dia menatap Dewa mematung dengan wajah ragu. Ketika Dewa membuka pintu mobil, gadis itu baru tersenyum kaku dan menyerah masuk.

“Mau ke mana? Ada janji dengan seseorang?” Dewa melirik gadis yang kelihatan terpaksa duduk di sebelahnya itu.

Ara mengangguk kikuk.

Entah berapa tahun Dewa tidak melihat Ara. Gadis itu sudah banyak berubah. Tidak terlalu tomboi dan kaku seperti dulu, tetapi sorot matanya yang datar dan dingin tidak berubah, selalu membuat penasaran hatinya. Apakah ada laki-laki lain? Dewa mulai menerka. 

“Ada yang menunggumu?” selidik Dewa dengan halus.

Ara menoleh gelisah. Anehnya Dewa tertular gelisah. Ada rasa  penasaran yang tidak dapat dihalaunya dalam hati.

“A-apa kau mau mengantarku sebentar, Dewa?”

“Ke mana?” tanya Dewa tanpa menoleh.

“Panti asuhan jalan Mangga.”

“Panti asuhan?” Dewa menoleh tidak percaya saat gadis itu menyebutkan panti asuhan yang sering dibantu oleh mamanya. Kepala Ara mengangguk samar, matanya yang bulat  menatap Dewa sedikit cemas. 

Perlahan lelaki itu mengurangi laju mobilnya, dan berputar balik dengan cekatan.

“Mau apa kau ke panti asuhan itu, Ara?” Aneh sekali, hatinya merasa lega hanya panti asuhan yang menunggu Ara. Eh, perasaan aneh apa ini

(Bersambung)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fenomena Reading Slump

BASWARA (4)

LANGIT BIRU