BUDI DAN ANI


 BUDI DAN ANI

Penulis : Lidwina Ro 


Itu bapak Budi. Dia seorang penjual tempe mendoan di pinggir jalan, tepatnya di depan ruko Vila Mutiara. Mulai sore sampai tengah malam gerobaknya setia nongkrong di situ, untuk menjaring rezeki buat kehidupan anak istrinya.

Budi sering ikut membantu dan menemani bapaknya berjualan tempe mendoan. Tak lupa Budi selalu membawa buku pelajarannya. Kalau dagangan lagi sepi pembeli, Budi pasti dengan sigap memanfaatkan waktu untuk mengerjakan PR, atau membaca-baca buku pelajarannya untuk keesokan hari. Tak heran kalau Budi menjadi salah satu dari anak berprestasi di sekolahnya.

Ani adalah teman sekelas Budi, yang rumahnya tidak jauh dari ruko tempat gerobak bapaknya Budi mangkal. Bila kesulitan mengerjakan PR, dia tidak segan-segan mencari Budi di depan ruko, untuk membantunya mengerjakan PR dan belajar bersama-sama. 

Bapaknya Budi mendukung dan ikut senang melihat kedua anak itu begitu akrab dan rajin belajar di belakang gerobaknya. Sesekali dia ikut tersenyum mendengar gurauan dan ejekan hangat di antara mereka berdua. Bapaknya Budi juga sering berbaik hati memberi sekantung keresek tempe mendoan panas buat Ani dan keluarganya, untuk dibawa pulang, selesai mereka belajar. Tetapi sayang Ani selalu menolaknya dengan halus.

“Tidak perlu repot-repot, Pak. Bisa belajar gratis dengan Budi, saya sudah merasa senang dan berterima kasih. Nilai Ani di sekolah makin membaik,” senyum Ani.semringah.

Besoknya, Budi ke sekolah seperti biasa. Dalam hatinya selalu ada nyala api semangat yang membara luar biasa. Cita-citanya ingin berhasil lulus sekolah, dan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi lagi, supaya kelak layak mendapatkan pekerjaan bagus, dan mampu membahagiakan serta mengangkat derajat keluarganya. Hanya itu yang utama dan yang terpenting sekarang.

Tak mengapa jika sekarang Budi harus berjuang dan  belajar lebih keras dibanding dengan anak-anak yang lain. Dia memaksa dirinya sampai melewati batas. Semua harus dilakukannya demi meraih masa depan yang menjanjikan.

Lebih dari itu, Budi juga menyimpan rapat-rapat rahasia hatinya. Ya, Budi sebenarnya sudah lama menaruh hati dan mencintai Ani, gadis jelita yang tidak sombong, yang tidak malu menghampiri gerobak tempe mendoannya, agar bisa belajar dan mengerjakan PR bersamanya. 

“Mengapa kau tidak malu berteman dengan aku, An? Apa kau tidak melihat pekerjaan bapakku, An?”

Ani tersenyum manis. “Mengapa harus malu? Bapakmu, kan, bukan pencuri. Kamu jangan aneh-aneh, deh. Semua pekerjaan itu baik. Yang penting bersungguh-sungguh menjalaninya.”

Budi mengangguk-angguk setuju. Dalam hati semakin salut pada Ani.

Cikarang, 110223

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fenomena Reading Slump

BASWARA (4)

LANGIT BIRU