BERUANG COKELAT
BERUANG COKELAT
Penulis : Lidwina Ro
“Apa itu, Tante?”
Keponakan kesayanganku tiba-tiba menunjuk ke arah bawah lemari baju yang sedang aku buka.
Sebuah boneka beruang besar yang sedang memangku anaknya, menyembul di antara kemeja atasanku yang tergantung rapi. Sejenak aku tertegun. Lalu menyibak kemeja-kemejaku. Tasya keponakanku langsung maju dan menyentuh bonekaku.
Matanya yang bulat jernih menatapku tak percaya. “Tante, kan, sudah besar. Mengapa masih mainan boneka?”
Baru saja aku akan membela diri, tetapi kulihat Tasya sudah menarik keluar bonekaku yang tersembunyi di pojok lemari paling bawah itu, dan menggendongnya.
“Tasya mau bonekanya.”
Melihat Tasya memeluk beruang cokelat besar itu dengan penuh kasih sayang, hatiku pun tiba-tiba merasa kelu.
Tiba-tiba pintu kamarku terbuka. Mbak Neni masuk dan mengerutkan dahi melihat kami.
“Mana bajumu, Na? Aku pinjam dulu, deh. Basah ini kena sirup.”
Aku lalu baru ingat, tujuan awalku adalah meminjamkan baju pada kakakku. Buru-buru aku memilihkan satu baju untuknya.
Setelah berganti baju, Mbak Neni melirik anaknya Tasya yang sedang berguling-guling ceria di kasur sambil memeluk boneka beruang.
“Kau masih menyimpannya, Na?” senyum Mbak Neni penuh arti.
Aku mengangguk lugu. Mbak Neni memang sudah tahu sejarah boneka beruang cokelat besar itu. Itu adalah hadiah termanis ulang tahunku yang ke dua puluh dari Zaki.
Bagaimanapun juga, Zaki adalah lelaki pertama yang berhasil menaklukkan hatiku, dan membuatku bisa merasakan arti sebuah cinta. Bersama Zaki, aku melalui hari-hari yang penuh kegembiraan. Aku bahkan masih mampu mengingat dan menghitung satu persatu kebahagiaan apa dan di mana saja yang sudah kulalui bersamanya.
“Sudahlah, Na. Dia bukan jodohmu. Sekarang bersiaplah. Pertunanganmu dengan Ardian sejam lagi akan dimulai. Bersiap-siaplah.”
Perkataan kakakku bagai sengat kala di siang hari. Aku mengangguk gugup. Zaki memang sudah pergi, tak mungkin kembali kepadaku lagi. Cerita kehidupan yang selamanya tidak mudah kumengerti yang telah memisahkan kami. Untuk selamanya. Kini aku harus menata ulang hidupku yang sempat berantakan tak menentu. Meskipun raut wajah itu, sudah sekian lama tidak dapat kulenyapkan dalam hatiku, kini aku harus berani mengambil langkah baru.
Kutatap pedih penuh luka beruang besar berwarna cokelat dalam pelukan hangat Tasya keponakan tersayangku, seakan hatiku mengucap sebuah salam perpisahan yang tak kasatmata.
Komentar
Posting Komentar