BAYU HILANG


 BAYU HILANG

Penulis : Lidwina Ro

“Apa kau laingin makan?” Nenek berkebaya merah berambut panjang tersenyum, mengelus kepala seorang anak kecil. Di depan mereka terdapat pasar yang menjual bermacam-macam makanan lezat.

Meskipun bingung, anak kecil yang tumbuh dari keluarga kekurangan itu menatap takjub. Bau harum sate dan cilor gulung kesukaannya, membuatnya lapar.

Tempat apa sebenarnya ini? Mengapa ada pasar di tengah hutan? Lalu, bagaimana dia bisa sampai ke hutan ini, ya? Apa yang terjadi? Yang dia ingat hanya samar-samar bayangan ibunya saja. Anak kecil itu menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Dengan wajah yang masih bingung, dia menatap wanita tua di dekatnya itu.

“A-aku di mana, Nek?” tanyanya celingukan ke kanan dan ke kiri, sambil memegang perutnya yang mulai lapar. Bau harum makanan semakin lama semakin menggoda.

Nenek tertawa cekikikan. “Ayo, ayo kita ke sana. Kamu boleh makan sepuasmu, juga beli mainan kesukaanmu. Pilih yang paling bagus. Bagaimana? Kau mau, kan?”

Bujuk rayu Nenek ternyata membuat anak itu mengangguk, dan menurut begitu saja. Dia mengikuti langkah Nenek menuju keramaian pasar. Banyak pedagang makanan yang lezat di sana. Pembeli juga banyak yang lalu lalang. Kegiatan jual beli di pasar yang umum.

Anak itu juga sedikit heran, mengapa dirinya mengikuti Nenek berkebaya merah tersebut. Sesungguhnya dia tidak kenal. Bahkan ini baru pertama kalinya dia bertamu dengan nenek. Tetapi untuk menolak ajakan Nenek terasa mustahil. Anak itu seperti tersihir. Lagi pula dia juga lapar. Sepertinya tadi ibunya hanya memberinya makan sepotong singkong goreng.

Ibu? Anak itu menghentikan langkahnya. Bayangan ibunya samar-samar kembali mengisi ruang kepalanya. Dia mencoba dengan keras mengingat wajah ibunya. Tetapi sayang, hanya bayangan abu-abu serupa kabut tebal menghalangi sosok ibunya.

“Ayo, cepatlah memilih makananmu, Nak.”

Nenek menepuk bahu anak itu dengan halus. Lalu menggandeng tangannya yang kecil.

Sementara di kaki gunung, di tepi hutan, ada seorang wanita muda berjalan bolak balik menyusuri sekitar jalanan. Dari sudut matanya tergenang air mata terus menerus tiada henti. Berkali-kali matanya menatap ke dalam hutan.

“Ada masalah apa, Surti?” tanya seorang pria tua pencari kayu bakar, sambil menghampiri wanita muda yang gelisah itu.

“Oh! Bayu tiba-tiba hilang, Mbah Mo. Padahal baru saja si Bayu itu duduk di situ, menungguku mencari kayu.”

Pria tua yang, warga setempat paling tua Dusun Legi itu menghela napas berat.

“Minum dulu, Ti. Lalu istirahatlah sebentar. Sepertinya aku tahu siapa yang membawa Bayu.”

“A-apa maksud Mbah Mo?” tanyanya bingung.

Pria tua itu mengulurkan sebotol air minum pada Surti.

“Kamu tunggulah sebentar di sini. Mbah masuk ke hutan dulu. Ini pasti ulah nenek genit berbaju merah itu.”

Meskipun tidak mengerti sepenuhnya ucapan Mbah Mo, tetapi Surti mengangguk, dan mengawasi Mbah Mo masuk ke dalam hutan.

Beberapa saat kemudian, Mbah Mo keluar hutan dengan menggandeng seorang anak kecil. Bayu.

Cikarang, 100223


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fenomena Reading Slump

BASWARA (4)

LANGIT BIRU