Balada Donat


 BALADA DONAT

Penulis : Lidwina Ro

Arisan keluarga selalu menjadi kepingan momen terbaik dan menarik dalam pigura kehidupan. Terutama di dalam lingkar kehidupan keluarga besarku. Biasanya arisan keluarga diadakan sekali dalam sebulan, dengan cara bergilir. Tentu saja sesuai dan berurutan nama yang keluar dari gulungan sedotan kecil-kecil itu.

Euforia arisan keluarga sangatlah dahsyat di lingkup keluar besarku. Keakraban antar keluarga menjadi semakin kental dan harmonis. Meskipun uang arisannya tidak begitu banyak, tetapi ajang pertemuan keluarga menjadi lebih penting dibanding segalanya.

Ketika ibuku yang menjadi tuan rumah, sudah dipastikan akan lebih banyak lagi keluarga yang akan datang. Mengapa?

Itu karena ibuku jago memasak. Andalan masakan ibuku yang paling dinanti-nantikan adalah gado-gado dan donat. Jadi ibuku membuatnya dengan porsi lebih banyak. Kelihatannya makanan receh, ya, tetapi jangan salah. Memang seperti itu kenyataannya dari dulu. Dua primadona masakan ibuku itu selalu sukses, ludes duluan.

“Nduk, bawa sebagian donat ini ke dalam kamarmu,” ujar Ibu sambil mengulurkan sebuah piring dalam tudung saji.

“Kenapa, Bu?”

Waktu itu Ibu hanya menjawab dengan tawa geli, sambil meneruskan memasak ayam kecap kembali.

Melihat ibuku yang sibuk memasak, aku pun tidak banyak bertanya lagi, segera membawa piring berisi donat gula dan donat meses cokelat itu ke dalam kamarku. Donatnya masih hangat dan kelihatan menggoda. Sayang, aku harus segera balik ke dapur membantu Ibu memasak.

Ketika arisan usai, seperti biasa ibu mempersilakan saudara-saudara membawa makanan yang masih ada di meja. Dan tahu apa yang paling laris dan tak bersisa? Donat!

“Bulik Lilik, kurang banyak masak donatnya,” adu seorang ponakan Ibu dengan manja.

“Bagi, dong, donatnya, jangan bawa semuanya. Aku juga mau lho.”

“Bulik Lilik minta resep donatnya, dong. Kenapa bisa seempuk ini?”

Selalu berebut donat. Ibu, ayah, dan aku hanya tersenyum-senyum melihat pemandangan akrab, hangat dan penuh kekeluargaan itu. Akhirnya arisan pun berakhir dengan melegakan. Semua gembira. Semua kenyang. Semua puas.

Aku dan kedua adikku juga puas, karena masih bisa menikmati donat gula dan donat meses yang sempat aku amankan di dalam kamarku tadi. Ternyata Ibu tahu, donat pasti laris diserbu, karena itu ibuku lebih dulu menyisihkan sebagian donat untuk ketiga anak-anaknya. Oh, ternyata, donat, donat.


Cikarang, 250223

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fenomena Reading Slump

BASWARA (4)

LANGIT BIRU