TENTANG JANJI


 TENTANG JANJI

Penulis : Lidwina Ro 


Mata jernih itu membulat sempurna melihatku berdiri di sisi luar gerbang tempat lesnya. Setengah berlari Dara menghampiriku. Untuk beberapa saat hatiku menghangat melihat cahaya kecil yang berpendar dalam kedua matanya yang biasanya sendu.

“Tumben kau menjemputku, Lang,” sapanya riang dengan senyum polos.

Aku tersenyum. Menikmati diam-diam kebahagiaan kecil yang tak bisa disembunyikannya di depanku. Sejenak aku larut dalam senyumnya.

Sebagai orang kepercayaan Tuan Mahendra -papanya Dara- salah satu tugasku adalah menjemputnya pulang dari kampus, lalu kembali ke kantor. Hanya sampai di situ saja kesempatanku bertemu Dara. 

“Kita mampir minum es pocong dulu, ya?” ajak Dara penuh harap. Matanya 

Aku hanya menggeleng. Beberapa kali aku memang mengajak Dara makan santai. Dulu sesungguhnya aku hanya iseng mencoba mengurai sendu dan penat di matanya. Yang ada malah dia ketagihan diajak makan di tempat receh, di mana dia leluasa dapat curhat sesuka hati. Mengeluhkan segala rasa.

“Papamu sudah menunggu.”

“Ada apa, Lang?” Tangan Dara menyentak lembut lenganku. Nada suaranya curiga.

Tidak mungkin aku mengatakannya. Biar lah Dara sendiri yang tahu kebenarannya nanti. 

“Tidak apa-apa. Papamu hanya ingin kamu pulang saja.”

Dara merengut. Tapi menurut. Dia masuk ke dalam mobil dengan manis. Setelah duduk di dalam, gadis itu mulai mengusik.

“Elang, kamu pernah janji mau ngajak aku makan sate maranggi. Kau masih ingat, kan?”

Aku tersenyum. Mana mungkin aku lupa. Lebih tepatnya aku tidak mungkin lupa, tetapi harus melupakan.

“Tidak lupa janjimu, kan?” rajuk Dara lagi.

Kulirik sekilas Dara yang manyun, menuntut jawabku. Sesaat dadaku pengap. Sepanjang perjalanan aku lebih banyak diam, hanya sesekali menimpali pertanyaan Dara. 

“Hari ini kenapa kamu aneh Lang?”

Aku menggeleng. Ketika mobil memasuki gerbang tinggi di kediaman mewah keluarga Mahendra, barulah Dara menghela napas keras. Rupanya dia mengenali sebuah mobil yang terparkir di halaman rumahnya. Mendadak suara merajuknya lenyap. 

Ketika aku membuka pintu mobil untuknya, kulihat matanya yang sendu meredup. Cahaya kecil yang padam di dalamnya meremas hatiku.

“Ternyata Antoni yang datang,” desahnya.

Aku diam, membeku. 

“Ingat, kau masih punya janji mengajakku makan sate maranggi, Lang.”

Kubiarkan Dara melewatiku, lalu berjalan ke teras, menuju Antoni -calon suami pilihan Tuan Mahendra untuk Dara- yang sudah menunggu Dara dengan senyum. Diam-diam kutindas perih yang menjalar di dadaku.

Cikarang, 220123

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fenomena Reading Slump

BASWARA (4)

LANGIT BIRU