SEWINDU
SEWINDU
Penulis : Lidwina Ro
Aku memutuskan minggat, meninggalkan rumah dan keluargaku. Tujuanku menumpang di rumah Budeku yang janda di Jakarta, dan sejak itu, aku tak pernah kembali ke rumah. Dengan gigih aku mencari kerja, dan mandiri menghidupi diri, tanpa campur tangan dari orang tua.
Mungkin aku sedikit memaksa diri bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupku, sehingga waktu luangku untuk Riko menjadi berkurang. Kucium dahi Riko yang demam dengan sesal yang dalam. Aku berjanji dalam hati untuk mengurangi lembur ke depannya.
Seorang perawat memanggil nama Riko dengan nyaring. Aku mengangguk, dan bergegas masuk ke ruangan spesialis dokter anak.
“Hm, Enriko? Silakan duduk.”
Kakiku membeku mendengar suara dokter itu. Raka! Sementara perawat menarik kursi untukku, aku masih kaku berdiri, dengan jantung nyaris berhenti. Cekalanku pada Riko semakin erat.
Apa-apan ini! Mengapa takdir begitu keterlaluan padaku? Mengapa harus Raka dokternya?
Melihat tak ada respons dari pasien, sang dokter pun mendongak, mengalihkan matanya dari kartu pasien. Reaksinya hampir sama denganku. Erik langsung berdiri dengan mata membelalak.
“Sel? Kau ...?”
Erik lalu meminta perawat pergi dari ruangan. Dengan tegang, dokter muda itu menghampiri aku. Menatapku intens dari bawah sampai atas. Lalu singgah lama di kedua mataku yang mulai berair.
“Ke mana saja kau, Sel? Kau, sungguh keterlaluan,” desis lelaki itu menghembuskan napas dengan kasar.
Aku melengos. Diam-diam meringis samar. Keterlaluan? Lantas siapa yang dimaksud keterlaluan? Apa dia sudah hilang ingatan? Sudah lupa, atau pura-pura lupa, siapa yang membatalkan pernikahan dulu?
Riko menarik tanganku dengan lembut. Matanya menatapku heran bercampur bingung. Aku pun segera tersadar.
“Anakmu? Kenapa dia? Tolong baringkan di sini, Sel.” Erik seperti teringat akan tugasnya kembali.
“Radang. Amandelnya kambuh,” ujarnya lirih sambil menatap lekat Riko, setelah selesai memeriksa.
“Kau sudah menikah?” bisiknya, ganti menatapku tajam.
Pertanyaan macam apa ini? Aku tersenyum getir. Tidak tahu harus merasa sedih atau harus menjerit marah. Aku hanya tak ingin menjawab, karena semua hanya akan berakhir sia-sia saja. Dan aku bersumpah selamanya tidak akan menjawab apa pun. Bahkan ketika aku minggat dari rumah dulu, sudah berbadan dua, waktu itu. Sewindu yang lalu!
Cikarang, 090123
Komentar
Posting Komentar