NO KOMEN


 NO KOMEN

Penulis : Lidwina Ro 


Pernah enggak, sih,  dicurhati oleh teman satu kantor atau teman satu geng arisan, teman satu sanggar senam atau teman apa sajalah, tentang pasangannya atau apa saja? Pasti pernah lah, ya. Aku pun juga pernah, kok.

Ketidak nyamanan, perselisihan, atau kecemburuan dalam hati kadang-kadang mereka ceritakan usai kegiatan selesai. Aku yang sepertinya seorang pendengar tulen, dengan tenang selalu menyimak unek-unek mereka. Aku tahu setelah mengeluarkan unek-unek dari pikiran, setidaknya dapat mengurangi beban, dan menjadi lebih lega, apa pun versi mereka.

“Sebel aku sama suamiku. Bayangkan saja, Mbak Lid. Masak iya sebulannya hanya ngasih uang segini. Zaman sekarang apa-apa mahal. Beras, telur, cabai naik terus. Belum untuk jajannya anak-anak, beli ini itu ...”

“Tahu Jeng Kelin, kan, Mbak Lid? Itu, member senam yang baru itu, loh. Punya mobil baru seken saja, dah kayak gitu. Sekarang jadi berubah, sok tajir banget.”

Seperti nenek tua yang sudah kehilangan daya pikiran, aku pun hanya mangut-mangut dan memasang senyum level dua. Tidak perlu level sepuluh. Terlalu semringah itu, nanti dikira ikut setuju. Cukup menjadi pendengar yang baik saja. Hahaha.

Pada kenyataannya, temanku yang mengeluh tentang suaminya itu, kutemui di satu mal di suatu hari. Dengan rukun menggandeng suami dan anak-anak mereka. Sepertinya mereka baik-baik saja, tuh! Syukurlah kalau mereka semua ayem tentrem. Aku juga ikut senang. 

Aku pun bernapas lega, dan berniat pulang. Belum sampai langkah ini ke tempat parkir motorku, aku dikejutkan oleh sebuah klakson mobil. 

Lalu aku melihat Jeng Kelin melambaikan tangan dari jendela mobil. Wah, ternyata Jeng Kelin juga mau berjalan-jalan ke mal juga.

“Kok, sudah mau pulang? Kami saja baru sampai, loh Mbak Lid!”

Aku balas melambaikan tangan, dan aku hampir tak percaya pada mataku sendiri, saat melihat siapa yang berada di sebelah Jeng Kelin. 

“Hai, Mbak! Diajak jalan-jalan ngreyen mobil baru, nih aku sama Jeng Kelin. Mau di traktir sekalian. Ayo ikut!” 

Loh, kok? Jadi yang ghibah-in Jeng Kelin kemarin itu siapa? Haduh, bisa pusing pala berbi ini, Mak! Hahaha.

Ah, hati manusia. Begitu cepatnya berubah dalam hitungan menit. Untung saja aku kemarin ... no komen.


Cikarang, 290123

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fenomena Reading Slump

BASWARA (4)

LANGIT BIRU