JARAK


 JARAK

Penulis : Lidwina Ra 


“Ma, mamama, ma ....”

Mataku terbelalak bahagia, menatap pada anak yang belum genap berumur setahun itu. Sudah dua hari ini aku mendekatinya, baru kali ini, Tiara memanggilku walau ragu-ragu. Tapi tidak masalah. Yang penting, Tiara tidak lupa padaku. 

Ini sudah hampir tengah malam. Mengapa Tiara belum tidur juga? Apa karena dia haus? Di mana pula pengasuhnya, Marni? Mengapa dia tidak berada di dalam kamar menemani Tiara? Ah, aku kenal dengan baik Marni yang sering terjaga malam-malam. Dia pasti sedang ke kamar mandi untuk pipis.

Aku mendekati box bayi. Meskipun celoteh Tiara tidak begitu jelas, tetapi aku mengerti bahasa kerinduannya. Lihat! Tiara menendang-nendang selimutnya, seolah tidak sabar ingin masuk dalam pelukanku.

Coba kulihat dulu wajahnya yang seperti bidadari. Hm .... Senyum dan hidungnya mirip aku, tetapi mata dan rambut ikalnya persis Mas Galang. Suamiku. 

Sebersit sedih pun menggilas hati mengingat Mas Galang. Mengapa semalam ini dia belum pulang juga? Apakah suamiku sedang lembur? Mungkin banyak pekerjaan di kantor.

Tiara menggumam, menyadarkanku dari lamunan. Kubelai pipi Tiara yang terasa selembut awan di angkasa. Tangan mungilnya bergerak-gerak ingin menangkap jariku berkali-kali. Sayangnya, tidak berhasil. Lama-lama matanya berkaca-kaca. Menatapku lekat dan gelisah, sambil tangan mungilnya tetap menggapai di udara, ingin menyentuhku. Kulihat sudut mulutnya mulai menekuk turun, menahan tangis. Persis sama seperti aku, yang juga dengan susah payah menahan semua rasa.

“Mama, ma, mamama,” rengeknya memelas. Sudut mata Tiara basah sudah. Dia akhirnya menangis kencang. 

Meski aku berusaha tersenyum menenangkan, tetapi hatiku remuk juga, tak kuat menahan rindu, haru, perih dan terluka.

Tiba-tiba pintu kamar Tiara terbuka. Mas Galang terburu-buru masuk. Masih lengkap dengan baju kantor. Dia segera menuju box bayi, dan mengangkat Tiara yang menangis, lalu mendekapnya. Tiara meronta, tangannya masih menggapai ke arahku, sambil terus menggumam namaku.

Sedetik kemudian Mas Galang berhenti, lalu matanya berkeliling di seputar kamar. Seolah-olah sedang mencari sesuatu.

“Raisa? Kau datang, Sayang? Kau menjenguk putri kita?” bisiknya sendu. Matanya terus berputar mencari.

Aku menutup mulutku erat-erat, menahan tangis yang meledak pecah. Ah, aku lupa kalau mereka tidak pernah akan bisa mendengar atau melihat tangisanku lagi.

Meskipun jarak yang telah dibentangkan-Nya, telah memisahkanku dengan Mas Galang, serta puteri cantikku Tiara, tetapi percayala ... aku akan setia menjaga mereka. Aku juga akan mengawasi mereka dari atas awan-awan putih di angkasa.


Cikarang, 140123






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fenomena Reading Slump

BASWARA (4)

LANGIT BIRU