Jajan Pasar
JAJAN PASAR
Penulis : Lidwina Ro
Salah satu tempat favoritku adalah pasar. Walaupun di pasar tradisional terkadang becek, sempit, dan bau, tidak menjadi masalah bagiku. Adakah yang memperhatikan setiap tutur kata rayuan setiap pedagang yang menjajakan jualannya? Atau memperhatikan setiap wajah penjualnya yang penuh harap dagangannya dibeli?
Di sudut tikungan ke tiga dalam pasar, aku selalu betah berjubel dengan pembeli lain di kios jajanan. Puluhan kue tradisional dijajar rapi, memanjakan mata. Semua jajan pasar kelihatan menggiurkan.
Dimulai dari kue tradisional, ada onde-onde, putu ayu, putu mayang, cara bikang, serabi solo, talam jagung, kue jongkong, kue mangkok, kue lapis, apem, klepon, getuk lindri, tiwul, gatot dan kawan-kawan, dijamin semua ada. Astaga, lengkapnya!
Tidak hanya kue tradisional, jajan modern pun tak mau kalah unjuk gigi, merontokkan niat diet-ku. Pastel, risoles mayo, kroket kentang, lumpur lapindo, donat keju, bronies dan sekutunya sungguh memanjakan mataku.
“Waduh, jangan kalap! Jangan semua-semua dibeli, Mbak. Nanti gak ada yang makan di rumah.” Suara adikku mengingatkan, saat aku dengan antusias mengambil banyak macam jajaan.
Aku tertawa geli. Selain ada banyak varian, jajan pasar di rumah ibuku sini relatif murah dan ukurannya lebih besar dibandingkan dengan harga di kota tempat asalku.
Menghabiskan waktu liburan tidak selalu harus mahal dan menguras kantong. Bagiku mbolang ke pasar tradisional, dan menikmati suasana alami pasarnya juga merupakan liburan yang asyik, kok. Kebalikan dengan jajan di mal yang mengharuskan kita menimbang dan memutuskan sendiri, di pasar kita bisa berinteraksi dengan penjualnya. Biasanya mereka dengan semangat, ramah dan getol mempromosikan dan mengenalkan apa jenis dan isi kue/ jajanan yang mereka jual. Semangat daya juang berdagang dan mungkin untuk bertahan hidup sering kali menyentuh hatiku.
“Ayo, Mbak, pulang. Sudah banyak jajan yang sudah kita beli ini.” Lagi-lagi adikku mengingatkan saat mataku masih jelalatan memindai aneka jajan pasar itu. He he he
Aku hanya tertawa kecil melihat adikku yang senewen. Sambil menghibur diri, aku berbisik dalam hati. Maaf, ya, kali ini terpaksa diet ikut liburan dulu. Sayang kalau jajan pasar kali ini dilewatkan begitu saja.
Komentar
Posting Komentar