HIRAP
HIRAP
Penulis : Lidwina Ro
Seekor kupu-kupu biru hinggap di ujung rumput. Sayapnya bergerak-gerak lembut, menarik perhatian Dinda. Anak kecil itu terkesiap menahan kagum, lalu meletakkan perlahan ranting-ranting kering yang dipeluknya ke rerumputan. Rasa heran bercampur penasaran menyelimuti hatinya. Hati-hati dia berjinjit mendekati kupu-kupu biru itu.
Baru saja Dinda akan mengulurkan tangan untuk menangkapnya, kupu-kupu itu sudah menyingkir terbang. Dinda terkejut, kecewa melihat kupu-kupu menjauh masuk hutan.
Belum pernah dia melihat kupu-kupu berwarna biru bermotif cantik selama ini. Padahal Dinda sering masuk ke hutan kecil ini untuk mencari ranting kering buat memasak ibunya. Biasanya hanya ada kupu-kupu kuning atau hitam yang dia temui di hutan. Tumben sekali, hari ini ada kupu-kupu bersayap lebar biru yang cantik sekali.
Dinda menatap ragu ke hutan. Haruskah dia mengikuti kupu-kupu biru itu? Tapi Mbak Dinar selalu bilang, jangan masuk terlalu jauh ke dalam hutan jika sore. Semakin ke dalam, hutan semakin kehilangan cahaya.
Kupu-kupu biru tiba-tiba mendatangi dan hinggap di bahu Dinda. Sejenak mengepak sayapnya, lalu terbang lagi, seolah mengajak Dinda untuk mengikutinya.
Dinda pun seperti tersihir, langkahnya mengikuti kepak sayap kupu-kupu biru.
“Hei, kamu mau ke mana? Tunggu aku!” seru Dinda.
Sambil menoleh ke kanan dan ke kiri, Dinda berlari mengikuti. Tak lupa tangannya menabur kacang tanah sebagai penanda jejaknya. Itu yang selalu diajarkan Mbak Dinar, jika masuk ke tempat asing.
Langkah Dinda terhenti pada sebuah lengkungan pohon serupa gapura. Tampak indah. Tempat apa ini? Mata Dinda mengedar ke sekeliling, mencoba mengenali. Lalu matanya kembali ke arah lengkungan pohon. Dinda mendekat.
Hawa dingin lembut membelai wajahnya. Dinda tersentak kaget. Dia mundur beberapa langkah. Sejenak waspada. Kupu-kupu biru itu kembali muncul. Berputar-putar di tengah lengkungan pohon, seolah kembali mengajak Dinda untuk mengikutinya.
Ah, hari masih siang, pikir Dinda kemudian. Mengapa kupu-kupu biru itu ingin dirinya mengikuti? Dinda akhirnya memutuskan untuk masuk sebentar. Seketika telinganya berdengung saat kakinya melewati batas lengkungan pohon. Tetapi hanya sebentar saja. Mata Dinda membelalak terpukau melihat pemandangan di depannya. Wah, tempat apa ini, dan di mana sebenarnya ini?
(Bersambung)
Cikarang, 020123
Komentar
Posting Komentar