HIRAP (2)
HIRAP (2)
Penulis : Lidwina Ro
Langkah Dinar membeku. Jantungnya berdebar kencang ketika matanya menyapu onggokan ranting kering di bawah sebuah pohon. Pasti itu ranting-ranting yang sudah dikumpulkan oleh adiknya. Lalu ke mana Dinda? Mengapa adiknya tidak lekas pulang? Ke mana kira-kira Dinda sekarang?
Dinar menyipitkan mata menatap ke langit. Sudah mulai sore. Senja di atas sana mulai berubah gelap, segelap hati Dinar yang mengkuatirkan adiknya.
Tiba-tiba mata Dinar tertumbuk pada biji kacang tanah kering yang tak beraturan jaraknya, tetapi hati Dinar mengatakan, ini kacang milik Dinda. Gegas Dinar mengikuti arah kacang itu.
Setelah mengikuti jejak kacang, akhirnya Dinar berhenti pada satu tempat, yaitu pada pohon yang saling melengkung dan bertaut pada ujungnya. Beberapa kali Dinar memeriksa, tetapi tidak ada kacang lagi di situ. Dinar terdiam. Matanya berkeliling mencari adiknya, sambil berteriak-teriak memanggil nama Dinda.
“Kau mencari siapa?”
Dinar menoleh kaget. Seorang nenek memandangnya heran. Hatinya ciut melihat nenek tua yang menggendong bakul dari anyaman bambu, serta memegang seikat kayu bakar.
“A-adikku, Nek. Apa Nenek pernah melihat seorang remaja perempuan yang biasanya mencari ranting kering di sekitar hutan?”
Nenek itu tersenyum lebar, memperlihatkan giginya yang kecokelatan. Kepalanya mengangguk-angguk.
“Ya, aku sering melihatnya di pinggir hutan.” Nenek meletakkan kayu bakar, dan menatap Dinar yang tampak gelisah.
“Kau punya air? Aku haus sekali, rumahku masih jauh.”
Tanpa pikir panjang lagi, Dinar mengulurkan botol airnya, meskipun dia sendiri sebenarnya juga haus. Nenek langsung meminumnya sampai habis. Dinar tidak peduli, yang dia pikirkan hanya Dinda. Dia berharap Nenek tahu kira-kira di mana Dinda.
“Sejak siang tadi, adikku belum pulang, Nek. Aku khawatir sekali. Ke mana aku harus mencarinya, Nek? Tolong bantu aku.”
“Sudah sore, Nak. Sebaiknya kau pulang. Besok pagi kau bisa cari adikmu lagi.”
“Tapi, Nek ....” Kalimat Dinar terputus saat melihat Nenek itu menatapnya tajam.
“Hutan ini berbahaya buatmu. Cepat pulang sekarang. Besok pagi-pagi kau ke sini lagi, Nenek akan bantu mencari adikmu. Aku tahu setiap jengkal hutan ini.”
Diam-diam Dinar bernapas lega, meskipun dalam hati kecilnya, dia takut juga dengan sosok Nenek yang muncul tiba-tiba di tengah hutan. Siapa sebenarnya Nenek berambut putih ini? Apa benar Nenek yang baik hati ini mau membantunya menemukan adiknya?
(Bersambung)
Cikarang, 031223
Komentar
Posting Komentar