SEKEPING DUSTA


 SEKEPING DUSTA

Penulis : Lidwina Ro


“Mengapa Na?” 

Bima menatapku dengan mata penuh luka, juga amarah.

Aku tersenyum. Akhirnya Bima tahu kalau aku jalan dengan Reo. Jangan dikira aku tidak tahu rasanya terluka. Akulah pertama kali yang tahu rasanya. Kukeraskan hatiku, semua ini memang harus terjadi. 

“Maaf, Bim. Aku tidak mencintaimu,” sahutku lirih.

“Lalu sejak kapan kau mencintai Reo?” Bima menatap tajam, sampai lemas lututku menahan pengapnya dada yang sudah dari tadi kutahan-tahan.

“Sudah lama.”

Rahang Bima mengeras, tangannya mengepal. Aku sendiri sudah tidak tahan lagi berdiri di depan Bima. Kuputuskan untuk menyingkir, sesudah meminta maaf berkali-kali. Aku tidak mau air mataku sampai terlihat Bima.

  ***

“Na? Kau baik-baik saja?” Reo kembali mengulurkan tisu untuk menyeka pipiku.

“Sebaiknya kau jujur pada Bima dan keluargamu. Rencanamu ini ....”

“Rencanaku ini sebentar lagi berhasil. Kau jangan mengacaukannya, Re! Please.” potongku cepat. 

“Lalu kamu? Kamu tidak memikirkan dirimu sendiri! Ini masalah hatimu, Nana.”

“Aku tidak apa-apa. Tolong aku, Re. Tunggu sebentar lagi sampai pernikahan Bima dan Anika. Setelah itu baru kau boleh pergi sesukamu,” senyumku berusaha meredakan kegelisahan Reo.

“Dan melihatmu terjun dari atas jembatan? Tidak akan!” dengus Reo.

Aku tertawa getir. “Aku tidak selemah itu!”

“Tiap hari menangis begini kau anggap kuat?” ejek Reo sambil meringis kesakitan mengelus bahunya yang aku pukul. Hanya pada Reo aku berani meminta tolong. Reo adalah teman masa kecilku sebelum aku pindah ke rumah baru ayah dengan Ibu Ratih, istri kedua Ayah. 

Ibu Ratihlah yang selama ini merawatku dan mencintaiku setelah ibu meninggal. Jadi ketika Ibu Ratih memohon padaku untuk merelakan Bima -putra dari kolega Ayah- untuk menjadi suami anaknya, Anika, maka aku tak bisa berbuat apa-apa. Lagi pula bukankah aku harus  tahu cara membalas budi? Meskipun ini bukan jalan yang mudah, akan aku lakukan untuk kebahagiaan Anika. Susah payah kuatur sebuah drama, agar Bima membenciku terlebih dahulu. Aku berharap sekeping dustaku ini, semoga impas dengan semua pengorbanan yang sudah Ibu Ratih berikan pada Ayah dan diriku. Untuk selanjutnya biar lah waktu yang membuktikan, apakah lukaku bisa sembuh.

Cikarang, 081222

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fenomena Reading Slump

BASWARA (4)

LANGIT BIRU