Orang Ke Tiga


 

ORANG KE TIGA

Penulis : Lidwina Ro


Ketika itu senja masih menyisakan warnanya. Aku menatap kosong pesan singkat dari Melati. Kuselipkan ponsel di tasku, lalu kembali menatap ke atas langit. Pelan-pelan lembayung yang mewarnai senja semakin pudar, seakan mengingatkanku pada kondisi diriku sendiri. Pudar.

“Kita pulang sekarang, Rei. Sudah mulai gerimis.”

Aku menoleh pada lelaki di sebelahku yang mengangguk samar. Dia berdiri, lalu membantuku berdiri pula. Kami berlari kecil meninggalkan pantai menuju mobil yang di parkir.

“Lihat, rambutmu basah, Lel.” Lembut lelaki itu mencoba mengeringkan rambutku dengan tisu setelah kami berada di dalam mobil.

Spontan aku memiringkan kepala, menjauh dari jangkauan tangannya. 

“Antar aku pulang sekarang, Rei. Aku tahu kau akan ke mana setelah ini.” pintaku sambil tersenyum.

Rei menatapku tajam. Kulihat ada sekelebat sinar yang tidak kumengerti terselip di kedua mata legamnya. Tetapi Rei tidak berbicara apa-apa sampai mobilnya berhenti tepat di depan rumahku.

“Leli, aku ingin bicara sebentar.”

Aku menoleh pada ke dua matanya yang berlumuran perasaan bersalah.

“Tidak perlu. Lakukan saja, apa yang menurutmu terbaik,” gelengku sambil tergesa keluar dari mobilnya.

“Leli!” seru Rei, mencoba menahan langkahku. “Leli, tunggu!” teriak Rei sekali lagi.

Gerimis menyerbuku. Beberapa detik kemudian, aku menyerah dan membalikkan badan, menatap Rei untuk yang terakhir kalinya. Mungkin tidak mudah juga berada di posisi Rei. Sebelum bertemu aku, Rei sudah mempunyai tunangan. 

Aku hanya orang ke tiga yang masuk ke celah yang tak sengaja terbuka. Aku hanya orang asing yang sedang tersesat saja. Sudah seharusnya semua ditata ulang, dan sudah waktunya pula kembali pada awal. Aku lah yang harus pergi.

Tetapi ternyata semua memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Itu karena ... aku terlanjur sayang. Ah!

“Aku baik-baik saja, Rei. Pulanglah. Melati sudah menunggumu.” Aku mencoba meyakinkan Rei.

Aku juga mencoba tersenyum senatural mungkin dalam gerimis. Rei pun juga mungkin tidak akan pernah tahu aku yang sesungguhnya. Juga tidak mungkin dia tahu yang mana lelehan air mataku, dan yang  mana lelehan gerimis yang menempel di wajahku. Semua lebur menjadi satu. Ya, sudah waktunya aku pergi.

Cikarang, 27 Des 22

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fenomena Reading Slump

BASWARA (4)

LANGIT BIRU