MENGINTIP KARMA


 MENGINTIP KARMA 

Penulis : Lidwina Ro


Siang itu Om Totok pulang dari sekolah, dengan tas di pungung. Wajahnya yang putih bersih tampak ceria. Senyuman ramah menghiasi bibir. Sesekali matanya yang juling melirik ke kanan dan ke kiri. Aku dan sepupuku memang sedang berlibur di rumah Nenek. Mengamati tingkah laku Om Totok adalah kegiatan yang menyenangkan, dan lucu. 

Mbak Hani yang duduk di teras, memanggilnya.

“Sini dulu, Om!”

“Enggak mau, enggak mau.”

“Eh, sini dulu, nanti aku kasih kue,” bujuk Mbak Hani cengengesan. Aku pun ikut cengengesan. Sepupuku itu pasti kumat lagi usilnya.

Mendengar kata kue, Om Totok senang. Matanya langsung bersinar senang. Aku segera mendekati mereka. 

“Tadi diajari apa di sekolah, Om?” 

“Menulis.”

“Coba lihat, mana bukunya?” sambung Mbak Hani tak sabar. Om Totok mengeluarkan buku tulisnya, dan dengan bangga menunjukkan pada kami.

Melihat halaman pertama, aku dan Mbak Hani tersenyum-senyum. Lanjut membuka halaman berikutnya, aku dan Mbak Hani tak bisa  membendung tawa lagi. Berdua kami ngakak keras-keras.

“Kamu itu nulis apa?” pekik Mbak Hani, meninju gemas lengan Om Totok.

Om Totok mengacungkan jempolnya, ikut tertawa gelak bersama kami. 

Kulihat tidak ada beban dalam kedua mata Om Totok. Dia tidak merasa bersalah, atau merasa malu karena tak becus menulis. Contoh angka yang ditulis guru dengan rapi pada halaman buku paling atas, disalinnya dengan deretan angka satu, rebah semua, mirip pagar kayu yang nyaris roboh. 

“Kue? Mana kuenya?” tagih Om Totok pada Mbak Hani. Kalau perkara makanan, cepat ingat dia! Tapi kalau giliran menulis, ambyar sudah.

Kehidupan di dunia tak ubahnya seperti benteng raksasa yang di belakangnya tumbuh  banyak pohon ujian dan rahasia. Pohon Karma mungkin adalah salah satu pohon yang menghasilkan buah paling banyak, dan tumbuh subur dalam halaman kehidupan. Akan matang pada waktunya, dan tak salah kembali pada siapa penabur benihnya.

Aku menatap Om Totok -seorang anak tunadaksa, yang di adopsi oleh nenekku, seorang bidan- dengan pikiran menerawang jauh. Kuingat pernah membaca, tentang roda kehidupan yang selalu berputar imbang. Mengisahkan setiap perbuatan yang harus dibayar tunai. 

Andai saja aku bisa memanjat benteng keehidupan, akan aku intip karma kapa yang telah dilakukan Om Totok di putaran kehidupan sebelumnya. Tapi, siapa yang akan meminjamiku tangga untuk memanjat?


Cikarang, 061222


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fenomena Reading Slump

BASWARA (4)

LANGIT BIRU