DUNIA MAYA


 DUNIA MAYA

Penulis : Lidwina Ro


“Mbakmu belum pulang, Luna.”

Kaget aku menatap ibuku yang tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya. Selapis pilu menghiasi matanya yang sudah dipenuhi keriput. Akhir-akhir ini Mbak Maya memang berubah. Lebih banyak berdiam diri di kamar. Sekalinya keluar rumah, pulangnya tak jelas. Bilang ke warung sebelah sebentar beli pembalut, tahu-tahu pulangnya sore. Entah ke mana dia selama itu pergi. Pernah juga izin Ibu untuk beli nasi padang, tapi pulangnya malah membawa sekeresek kerang.

Kerang! Ah, itu dia! Aku tahu di mana harus mencari Mbak Maya. Mungkin dia kembali ke pantai itu lagi. Pantai di mana dia dulu sering pergi menghabiskan waktu bersama pacarnya. Bergegas aku meraih helmku. Lapar yang aku tahan selama di kampus mendadak lenyap. Aku harus segera membawa Mbak Maya pulang, sebelum Ibu bertambah khawatir.

“Tunggu sebentar, ya, Bu. Biar aku jemput Mbak Maya, dia mungkin pergi ke pantai.” pamitku pada Ibu yang hanya bisa mengangguk pasrah.

  ***

Benar dugaanku. Mbak Maya ada di pantai yang tak jauh dari rumah kami. Pantai tempat favoritnya.

“Mbak Maya!” seruku sambil menghampirinya yang sedang membungkuk mencari kulit kerang.

“Mau apa kau ke sini? Kau takut aku tidak tahu jalan pulang?” tanyanya sambil duduk di hamparan pasir yang lembab.

Ada sesuatu yang menahan lidahku untuk tidak mengajaknya berdebat. Dia seperti bukan Mbak Maya yang dulu bertutur lembut.

Perlahan aku menyusul duduk, tepat di sebelah Mbak Maya yang asyik membersihkan kerang dari pasir. Apa yang dilakukannya? Mengumpulkan banyak kulit kerang, lalu menumpuknya di sudut kamar. Bahkan membiarkan kerang-kerang itu berserakan di lantai kamar, juga meja riasnya. 

“Ibu mencemaskanmu, Mbak. Ayo kita pulang.”

Mbak Maya terkekeh. “Nanti aku juga pulang sendiri, Lun. Tapi tidak sekarang.”

Aku menelan ludah, menatap sedih Mbak Maya yang sekarang tak mau lagi kuliah. Setiap hari lebih banyak mengurung diri di kamar, menatap cermin, sisanya berjalan-jalan menyisiri pantai mencari kerang. 

“Apa yang menarik di sini, Mbak? Lebih baik lupakan pantai ini dan semua kenangannya,” kataku dengan nada hati-hati. 

Tawa kecil Mbak Maya, terasa mengiris hatiku. “Jangan khawatir. Andi akan kembali kepadaku, Lun. Kau lihat saja nanti. Kerang-kerang ini sudah bercerita banyak padaku. Kau mendengar tidak, Lun?”

Aku tertegun sesaat, menatap lengkung gemetar di sudut bibir kakakku dengan hati yang remuk. Habis sudah kalimat terbaikku untuk dia. Lembut kupeluk bahu Mbak Maya dengan erat, sambil menahan bulir air mata yang tak bisa lagi kubendung dengan sempurna.

Diam-diam aku menghela napas kesal mendengar nama Andi. Lelaki breng sek yang memutuskan pertunangannya dengan Mbak Maya begitu saja, lalu menikah dengan gadis lain. Meninggalkan Mbak Maya dengan dunia barunya sekarang, dunia yang sering membuatku dan Ibu semakin hari semakin bertambah khawatir. Mungkin besok aku harus mencari seorang psikiater.


Cikarang, 041212

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fenomena Reading Slump

BASWARA (4)

LANGIT BIRU