SUSTER VERO
SUSTER VERO
Penulis : Lidwina Ro
“San, tunggu. Ayo ikut aku sebentar,” ajak Bintang sambil berjalan cepat ke sudut mal. Sandra dengan bingung mengikuti.
Mata Bintang sontak bersinar saat melihat wanita berkerudung abu-abu yang baru saja keluar dari toko buku. Tidak salah lagi. Wanita itu adalah Suster Vero. Mantan guru sekolah minggunya.
Tidak mungkin Bintang melupakan wajah malaikat itu. Atau jangan-jangan Suster Vero memang malaikat yang tersesat di bumi? Bintang tidak pernah melihat Suster Vero marah, selama dia ikut Sekolah Minggu, walaupun banyak anak-anak yang nakal, juga tidak mengerjakan tugas tepat waktu.
“Apa kabar, Suster Vero. Sehat-sehat, kan?”
Wanita berkerudung abu-abu itu mendongak. Menatap ragu Bintang.
“Suster mungkin lupa pada saya, tapi pasti ingat pada anak nakal yang menaruh permen karet di kursi Suster, dan menyembunyikan kacamata Suster, kan?”
Alis Suster Vero sontak naik diiringi tawa kecil. “Oh, iya! Aku ingat sekarang, kamu pasti Bintang!” Keduanya tertawa bersama-sama.
Sandra mendengkus diam-diam. Rasanya ingin menggetok kepala Bintang dengan kayu. Bisa-bisanya senakal itu!
“Suster baik dan sehat. Kau juga, kan, Bintang?”
Meskipun bertambah usia, wajah dipenuhi kerutan di sana sini, akan tetapi mata Suster Vero tidak berubah. Tetap hangat, ramah, dan memancarkan damai di sana. Membuat betah siapa saja yang berdekatan dan berbicara dengannya. Kalau mau jujur, Suster Vero lah yang selama masa kecilnya menjadi sosok idola Bintang. Menjadi figur ibu yang tidak pernah dimilikinya. Menjadi nakal di kala itu, hanya bahasa seorang anak kecil yang ingin diperhatikan lebih.
Untungnya Suster Vero dengan sabar dan penuh kasih, merespons sikap dan perilaku nakal Bintang waktu dulu.
Ada heran dan sekaligus haru saat Suster tidak memarahinya waktu itu. Suster selalu memaafkannya, dan meminta Bintang untuk tidak mengulangi lagi.
Kalau masih ada menyelinap rasa empati, kesabaran, dan kegigihan untuk bertarung dalam peperangan hidup ini, Bintang yakin, salah satu nyala api semangat itu berasal dari Suster Vero.
“Datanglah sekali-kali ke Sekolah Minggu, Bintang. Siapa tahu kau berminat menjadi guru pengajar. Ajak teman cantikmu ini juga,” senyum Suster Vero sambil menepuk lengan Sandra yang dari tadi hanya menjadi penonton bisu. Sandra tersipu malu, dan buru-buru mengangguk.
Bintang mengangguk juga. Tetapi sangat tidak yakin. Menjadi guru Sekolah Minggu? Lalu dikelilingi dengan puluhan anak kecil yang lebih ramai bergurau dan kadang nakal daripada duduk tenang dan patuh? Diam-diam Bintang menelan ludahnya yang tiba-tiba berasa pahit.
Cikarang, 171122
Komentar
Posting Komentar