SERANAH
SERANAH
Penulis: lidwina_ro
Sebenarnya malas aku datang ke reuni sekolah. Bukan ke reuni sekolah saja, sih. Sebenarnya aku malas ke mana saja. Rumah adalah tempat ternyaman di dunia. Setidaknya tembok yang mengelilingi rumahku tidak pernah ribut mengusikku.
“Apa kabar, Sandra?”
Nah, kan? Akhirnya hal yang tidak aku harapkan tiba juga. Jantungku berdetak lebih cepat mendengar suaranya. Mau bagaimanapun, lelaki itu dulu pernah lama mengisi hatiku. Jangan mengira menghapus mantan semudah membalik gorengan bakwan di wajan, dan bukankah mantan berarti : manis di ingatan? Ah, konyolnya. Ayo, segera kembali ke alam nyata! Suara di sudut hati dengan sigap menuntut. Susah payah aku menelan saliva.
Lalu kucoba melempar senyum, semanis senyum Si Manis Jembatan Ancol. Bu set, lelaki ini masih ganteng juga. Hanya sedikit kurus. Tapi apa aku harus peduli? Enggaklah. Masa bodo!
Dion duduk di sebelahku. Wangi parfumnya masih sama. Aroma maskulin yang selalu membuatku nyaman. Astaga, Sandra! Suara hatiku langsung berteriak demo.
“Beberapa kali kau tidak ikut reuni, San. Kenapa? Males ketemu aku, ya?”
Lha itu sudah tahu. Aku tersenyum getir. Bagaimana tidak males tingkat dewa, kalau bertemu dengan mantan yang berkhianat? Apalagi berkhianat dengan sahabatku sendiri. Enggak mutu banget. Mending tidur di rumahlah.
“San, kau masih marah padaku, ya?” Duduk Dion berubah gelisah. Wajahnya juga resah. Membuat aku semakin gerah.
Aku menggeleng. Jelas aku bohonglah. Mana ada wanita yang tertawa cengengesan bila kekasihnya pindah ke lain hati secara sembunyi-sembunyi? Mending kalau jujur. Eh, kalau jujur pun pasti aku marah juga.
“Sudah berapa anakmu?” tanyaku basa basi. Bukankah mereka dulu menikah karena Sarah hamil duluan? Aku pasti sudah gi la kalau melupakan hal tersebut.
Wajah Dion semakin mendung. Matanya murung.
“Ada apa? Sarah baik-baik saja, kan?” tanyaku spontan.
Dion mencoba tersenyum. Ada luka yang terpantul dari matanya. Lama lelaki itu menatapku, seolah ada suatu beban yang berat yang tak sulit dia katakan.
“Sarah keguguran terus, San. Dari pertama dia hamil. Sampai sekarang kami belum punya momongan. Rahimnya bermasalah,” jelasnya lirih.
Sontak aku menahan napas. Tidak tahu apakah aku harus sedih, harus terkejut atau merasa big surprise, karena dulu, sehari sebelum mereka melangsungkan pernikahan, diam-diam aku menemui Sarah dan menyumpahinya agar dia tidak bahagia. Wah, mungkin kah seranahku bertuah?
Cikarang, 021122
Komentar
Posting Komentar