Mulutmu Harimaumu


 MULUTMU HARIMAUMU

Penulis : Lidwina Ro


Sudah lama Edi naksir Romi. Berbagai cara dilakukannya untuk mendapatkan perhatian Romi. Maklum, Romi sangat jelita dan lembut. Semua murid lelaki satu sekolahan pasti menyukai siswi pindahan dari Solo itu.

Mujurlah, Edi tidak bertepuk sebelah tangan. Buktinya, ketika Edi berniat mengajak menonton, Romi mengangguk malu-malu dan memberikan alamat rumahnya. 

Hanya Edi tidak menyangka, ternyata Romi anak orang tajir. Rumahnya besar lagi bagus. Nyali Edi mendadak menciut seperti kerupuk dalam semangkok seblak. 

Maka setelah memompa semangatnya sendiri, Edi  menekan bel di sisi dinding gerbang.

Seorang pria botak paruh baya muncul dari balik pintu gerbang. Menatap Edi penuh selidik. Kaus oblongnya dekil, setengah basah bercampur busa sabun. Tangannya bahkan memegang selang yang masih mengucurkan air. Hm, hebat juga Romi punya sopir pribadi.

“Mencari siapa, ya, Mas?”

“Romi ada, Mang?”

“Mas ini?”

“Bilang saja  Edi pacarnya sudah datang, ya, Mang.”

Pria itu menelisik sekilas, lalu melebarkan gerbang. “Mari, Mas,  silakan masuk.”

“Wah, gede juga rumahnya. Mamang sudah lama kerja di rumahnya Romi?” decak Edi terkagum-kagum.

“Eh? Apa Mas? Oh, Sudah, sudah lama Mas.”

Betapa bahagia Edi bertemu dengan Romi. Gadis itu ternyata sudah siap untuk berangkat nonton.

“Ed, kita pamitan sama papaku dulu.”

Romi setuju, lalu mengekori Romi menuju ke luar rumah. 

“Pa, Romi nonton dulu, ya,” pamit Romi.

”Sebuah deheman menyahut. Tapi tanpa wujud.

Edi celingukan. “Mana papamu, Rom?” 

“Loh, bukankah tadi kamu sudah ketemu dan ngobrol sama Papa?”

Edi menggeleng bingung. Dan lehernya tiba-tiba mendadak kaku saat telunjuk Romi mengarah pada pria yang masih sibuk berjongkok mencuci mobil. Edi membeku. Wajahnya seperti lampu perempatan jalan, sebentar merah, sebentar hijau, lalu kuning.

Pria berkaus oblong dekil itu berbalik. Romi mengecup punggung tangannya dengan takzim meskipun basah.

Malu mengingat perkataannya yang ceroboh tadi. Benar kata pepatah, mulutmu harimaumu. Jadi yang dia panggil Mamang dan dikiranya sopir tadi adalah .... 

Aduh, bisa gagal, deh, jadi menantu idaman. Kalau saja tadi dengan hati-hati bisa menjaga mulut, pasti semua ini tidak berakhir memalukan. Nasi sudah menjadi bubur.

 

Cikarang, 061122

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fenomena Reading Slump

BASWARA (4)

LANGIT BIRU