DUA PURNAMA
DUA PURNAMA
Penulis : Lidwina Ro
Merasa kenyang setelah makan malam, Aedes mengambil tempat yang paling dia sukai, yaitu duduk santai menghadap rembulan. Malam ini begitu syahdu. Aedes bahagia. Apalagi jika selalu ada tambatan hati mendampinginya. Di depan jendela kamar, Aedes menatap mesra Gypty.
“Duduklah di dekatku sini, Gypti, kita bersantai. Lihat bulannya bulat sempurna.”
Gypty tersenyum setuju. Tampak cantik dengan balutan hitam dengan nuansa belang putih. Mereka menatap ke langit, pada purnama yang bersinar. Masih belum enam puluh hari. Masih ada banyak waktu untuk bersama Aedes. Selagi ada waktu, Gypti hanya ingin berada di dekat Aedes. Bersandar pada Aedes. Sesekali memeluknya hangat, dan mencurahkan isi hati.
“Apa kau masih menyukaiku meskipun badanku segemuk ini?” tanya Gypti manja.
“Aku selalu mencintaimu apa adanya, Cantik. Sekarang, dan selamanya. Bulan purnama saksinya.”
Hati Gypti melambung setinggi langit. Aedes memang yang terbaik. Dia tidak salah memilihnya. Buktinya, badan sebesar gentong ini, Aedes tetap setia. Setia yang sesungguhnya. Bukan setia, setiap tikungan ada. Ah, Aedes!
“Jadi, kapan kita menikah Gypti?”
Gypti makin tersipu-sipu. Alangkah bahagianya bila nanti bila hari itu tiba.
“Apa kau sungguh-sungguh akan menikahiku?” Gypty tak sanggup membendung bahagia. Wajahnya bahkan lebih bersinar dari bulan purnama.
Aedes mengangguk, tak dapat berkata-kata. Bukan karena kehabisan kata-kata, tetapi Aedes terlalu terkejut melihat siapa yang tiba-tiba datang.
Tidak ada waktu lagi untuk berteriak mengingatkan Gypti. Dengan gesit Aedes menjauhi jendela. Lalu tiba-tiba suara sapu lidi yang keras menghancurkan hening malam bulan purnama.
“Mam pus, kau!”
Aedes memejamkan mata. Tidak sanggup melihat sapu lidi melibas remuk tubuh Gypti yang gemuk.
“Kena berapa, Sandra?”
“ Cuma satu, Bu! Tapi gemuknya minta ampun. Loreng hitam putih lagi! Ini pasti Aedes aegypti.”
“Tutup rapat jendelamu San. Biar nyamuknya enggak bisa masuk.”
“Iya, Bu!” sahut Sandra patuh.
Sementara di luar jendela, air mata Aedes mengucur dengan deras. Belum lagi dua purnama -masa hidup Gypti- akan tetapi Gypti sudah pergi meninggalkannya begitu saja. Ah, Mbak Sandra memang dari dulu jahat! Selalu gigih memburu mereka ke mana saja dengan sebuah sapu lidi di tangannya. Tak peduli, baik siang atau pun malam.
Cikarang, 111122
Komentar
Posting Komentar