AKARA


 AKARA

Penulis : Lidwina Ro


Pelan-pelan aku membuka pintu kamar Rara. Teman satu kampusku itu langsung melambaikan tangannya, menyuruhku masuk. Ada lebam di wajah kirinya, juga beberapa luka yang di perban di kaki. Aku meringis, menyesal, sekaligus merasa kasihan padanya. Untunglah kecelakaan angkot kemarin tidak menyeret korban jiwa. Angkot yang seharusnya aku tumpangi bersama Rara kemarin itu, ditabrak truk.

“Aku bawa kue sus kesukaanmu, Ra. Makanlah. Eh, masih sakit kakimu?” 

“Ada apa sebenarnya Dinar?” Rara begitu antusias mendengar kue kesukaannya itu, langsung merebut box kue dari tanganku, lalu langsung mencomot satu kue sus. 

“Ada apa apanya?” tanyaku sambil menyeret kursi lebih dekat ke ranjang, dan duduk sambil mengamati kaki kanan Rara yang di perban dan di plester di beberapa tempat. 

“Kemarin itu.”

“Kemarin?” tanyaku heran, tak mengerti dengan arah bicara Rara.

“Iya. Kemarin itu. Kenapa kemarin mendadak kau tidak jadi naik angkot bersamaku?”

Oh, aku mengerti sekarang maksud Rara. Perlahan aku menghembuskan napas. Dengan menyesal aku menatap Rara. “Entahlah, Ra. Tiba-tiba saja kepalaku pusing. Aku harus beli obat dulu di kantin.”

“Hanya itu?”

Aku menatap Rara lama, sebelum aku mengangguk dengan berat. Haruskah aku menceritakan pada Rara ada hal yang lain? Ah, nanti Rara pasti tak percaya, dan bagaimana kalau Rara nanti menganggapku aneh? Sudahlah. Lebih baik kusimpan sendiri cerita ini. Aku tidak mau Rara menjauhiku. 

“Din, aku tahu kau pendiam, tapi kau teman dekatku. Kau boleh bercerita apa saja padaku. Aku siap mendengarkanmu. Kau percaya padaku, kan?”

Aku tertawa kecil, lalu cepat-cepat mengangguk, agar Rara tidak berpikir apa-apa lagi. 

 ***

“Lelaki itu tidak baik.”

Aku mendengkus, dengan malas aku melirik gadis yang sedang berbaring di kasurku sambil memainkan tali gulingku.

“Dia hanya main-main dengan temanmu, Din,” lanjutnya terkekeh geli.

“Bagaimana bisa? Aku mengenal Ronal dan Rara sudah lama. Ronal serius dengan Rara. Mereka akan segera bertunangan,” jelasku tidak terima.

“Suruh batalkan saja.”

“Eh!” seruku protes. Dengan gemas aku menghampiri ranjangku, dan berkacak pinggang dengan kesal. Aku tidak mau kalau Rara berpisah dengan Ronal, karena aku tahu Rara sangat mencintai Ronal. Bagaimana mungkin tiba-tiba aku menyuruh mereka membatalkan pertunangan mereka? Aneh, kan? Jangan-jangan Rara malah berpikiran yang tidak-tidak padaku, atau malah akan menganggapku tidak waras. Oh, tidak, tidak, tidak!

“Selama ini aku tidak pernah bohong padamu, kan? Semua yang kukatakan padamu adalah benar. Aku hanya berusaha menolongmu, Dinar.” 

Cikarang, 211122

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fenomena Reading Slump

BASWARA (4)

LANGIT BIRU