TERSESAT 1
Penulis : Lidwina Ro
Sekali pandang, sorot sepasang mata gadis cilik berwarna cokelat muda itu sudah memikat hatiku. Meskipun bajunya sederhana seadanya dan wajahnya sedikit kusam kelelahan, akan tetapi entah, ada sesuatu yang menarik. Bulu matanya lentik, tatapannya lugu dan malu-malu. Sesekali gadis cilik itu mencuri pandang ke arahku, lalu buru-buru membuang muka ketika aku ganti menatapnya dengan senyum. Seperti ada magnet yang kuat di dalam mata itu. Ah, gadis cilik itu mengingatkanku pada Mayang adikku yang ada di rumah. Kelihatannya mereka sebaya.
Ada sedikit kilatan letih yang terpancar di matanya, saat aku sengaja menghampiri gadis cilik yang berjualan paling pinggir, di tepi jalan raya, di Cemoro Sewu. Dan aku hanya bisa menebak, pasti dagangan gadis cilik itu belum laku banyak. Hm, tidak ada salahnya membantu.
“Berapa semangkanya, Dik?” tanyaku sambil berjongkok, lalu meraba-raba salah satu semangka yang dijajar rapi di atas sehelai tikar lusuh. Entah apa yang aku cari dengan meraba kulit luar semangka itu. Seperti tahu tentang semangka masak saja. Padahal tidak tahu.
Pipi gadis cilik itu makin merona merah. Dengan gugup menjawab terbata-bata. Tanpa pikir panjang aku segera mengeluarkan dompet.
Sebuah tepukan ringan hinggap di atas kepalaku. Ketika aku mendongak, tampak Tama mengerutkan alis dengan tajam. Pasti bagi Tama sangat aneh, karena sebentar lagi kami akan melakukan perjalanan mendaki gunung. Membawa semangka pasti akan menambah beban dan merepotkan. Tapi entah, yang pasti aku lega setelah menukar uangku dengan sebuah semangka berukuran sedang. Pura-pura tidak mendengar Tama menggerutu.
“Namamu siapa, Dik? Kamu cantik sekali.” Ah, sial! Mengapa pula aku keceplosan begini? Tetapi gadis cilik itu memang cantik sekali.
“A-Arum.”
Gadis cilik itu menatapku agak lama sebelum sekali lagi membuang muka dengan pipi yang memerah, dan pura-pura menata semangkanya.
“Buat apa bawa-bawa semangka ke atas, Nang?” sungut Tama. Tentu saja saat kami sudah jauh dari bakul cilik itu.
Aku hanya terkekeh. Seperti Tama, aku pun juga heran dengan tingkahku kali ini.
***
( Bersambung )
Komentar
Posting Komentar