Sandaran Hati
SANDARAN HATI
Penulis : lidwina_ro
“Bu, ayo makan, aku sudah lapar.”
Kulihat ibu masih duduk menghadap ke arah jendela. Matanya entah menatap apa, karena di luar sudah gelap. Mungkin kah kesunyian malam adalah teman terbaik buat menitipkan segala luka?
“Bu,” panggilku lagi. Kali ini Ibu menoleh, dan tersenyum. Sebaik dan seceria apa pun senyumnya, Ibu tidak mungkin berhasil menipuku lagi. Senyum terbaik Ibu sudah lenyap seiring dengan mulai seringnya Ayah tidak pulang ke rumah lagi.
Aku memang sempat mendengar Ibu dan Ayah bertengkar besar di suatu malam, dulu. Sejak saat itulah wajah ibu tak lagi berseri. Aku bahkan tidak melihat mereka berdua berbicara atau bercanda lagi. Naluriku berbisik, semua ini tidak baik.
Kemarin, aku hanya bisa melongo kaget ketika Asri tetanggaku yang juga sebangku denganku di kelas, bertanya pelan sepulang sekolah.
“Apa benar Ti, kalau ibumu adalah istri siri Pak Arya?”
“Kata siapa, As?”
“Kata ibuku lah.”
“Apa itu istri siri, As?”
Astri menatapku tak percaya, lalu menarik dasi merahku, dan menyeretku ke sudut halaman sekolah yang paling sepi untuk memberitahu apa maksud kalimatnya. Akhirnya dari Astri lah aku jadi tahu apa itu arti istri siri. Entah mengapa hari itu hatiku remuk sekali.
***
Serendah apa pun istri siri, akan tetapi dia tetaplah ibuku. Wanita yang melahirkan aku. Yang menyusui aku. Yang mengajari aku berjalan. Bahkan yang mengenalkan aku setiap huruf konsonan dan vokal satu demi satu dengan telaten.
Bahunya adalah tempat ternyaman di dunia di saat aku mendapat sindiran atau bahkan bully-an dari teman-teman sekelas. Semua itu aku bisa menahannya.
Dan aku pelan-pelan pun mulai meniru Ibu. Mengunci mulut rapat-rapat. Berpura-pura tersenyum bahagia, seakan-akan tidak terjadi apa-apa di sekolah. Seakan-akan semua baik-baik saja. Aku tidak perlu menabur garam di atas luka Ibu, bukan? Asalkan aku masih bisa bersandar di bahu Ibu setiap tidur malam hari, semua akan berasa baik-baik saja. Ya, penawar perih luka dan pedih hati ini hanya pada bahu ibuku. Tidak lebih.
Cikarang, 29 Oktober 2022
Komentar
Posting Komentar