RINDU (3)

RINDU (3)

Penulis : Lidwina Rohani


 “Lin-Lintang?” Aku menggigit bibir, seperti merasakan kembali sakitnya puluhan pisau menancap di ulu hatiku ketika ingat bahwa aku telah kehilangan Lintang ... sekali lagi. Aku bahkan belum puas menggenggam tangan mungilnya. Tak kusangka, Lintang semakin bertambah besar dan cantik. Tidak ada sedikit pun ada setitik pun guratan kesakitan pada wajahnya seperti yang terakhir kali dia menarik napas untuk yang terakhir kali. Tapi di sana ... Lintang begitu sempurna.

“Ceritakan padaku,” desak Mas Vin lirih. “Jangan memendam semua sendirian, Lira. Apa yang terjadi?”

Aku menggeleng samar sedikit putus asa. Tidak tahu harus mulai dari mana mengawali cerita. Semuanya terlalu indah, sekaligus menyakitkan.

“A-aku sebenarnya juga tidak sepenuhnya mengerti, Mas. Aku seperti bermimpi bertemu Lintang atau di alam bawah sadarkah aku, aku tidak jelas. Aku ... aku hanya sangat merindukan Lintang.”

Kutarik udara sebanyak mungkin sekedar untuk melonggarkan dadaku yang terasa sesak. Bayangan mungil di hatiku itu seolah sudah menyatu dengan tulangku. Tidak mudah mengenyahkannya meskipun sampai aku menutup mata nanti.

Mas Vin menatapku intens, pandangannya yang tajam berubah melunak, lalu dia menyentuh pucuk rambutku, mencoba mengalihkan kesedihanku. “Kau tahu apa kata dokter tadi setelah memeriksamu?”

Aku menatap lama Mas Vin. Ada cahaya kecil di dalam kedua mata legamnya. “Lintang akan punya adik?” tanyaku samar.

“Dari mana kau tahu itu?” Alis Mas Vin yang tebal menyatu. Dan aku sama sekali tidak menduga, bahwa apa yang dikatakan Lintang tadi adalah benar. Aku hamil.

“Lintang yang mengatakannya tadi, Mas ....”

Mas Vin menahan napas. Menatapku lekat dengan sendu, lalu perlahan ke dua tangannya memelukku dengan erat. “Lintang pasti baik-baik saja, kan, di sana?” bisiknya dengan suara bergetar. “Apakah dia masih sangat cantik?” sambung Mas Vin. Aku tidak kuasa menjawab lagi. Hanya mampu mengangguk.

“Kalau begitu, mulai hari ini kamu juga harus selalu baik-baik. Jangan buat Lintang sedih di sana. Janji, ya?”

Tangisku pun pecah di antara kepedihan dan perasaan haru. Setelah bertahun-tahun lamanya, akhirnya Lintang akan punya adik. Bentala memang selalu memeluk ceruk rahasia. Sesingkat apa pun pertemuanku dengan Lintang, ribang yang lama dan sudah berkarat menghias hati ini setidaknya sudah terobati.

( Selesai )

Cikarang, 271022


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fenomena Reading Slump

BASWARA (4)

LANGIT BIRU