RINDU (2)
Penulis : Lidwina Ro
Lintang menoleh, tersenyum bahagia sambil mengerling cantik. “Tentu saja ini rumah Lintang, Ma.”
Ah! Aku terperangah kaget. Bukan karena Lintang lagi-lagi berhasil menebak isi pikiranku. Bukan. Tetapi ... mengapa Lintang menyebut ini rumahnya?
“Ru-rumah Lintang?” tanyaku ingin memastikan sekali lagi.
Lintang menghentikan langkahnya, menatapku sambil mengangguk serius.
“Tapi ... tapi rumah kita bukan di sini, Sayang,” sambungku tak kalah serius.
Lembut Lintang mengangguk. Sontak aku merasa gugup dan takut ketika anakku tiba-tiba memeluk kakiku erat. Seperti ada lonceng alarm berbunyi di hatiku, sebagai pertanda sesuatu, yang aku sendiri tidak tahu.
“Mama memang harus pulang sekarang,” bisik Lintang saat aku merendahkan tubuh sehingga kepala dan mata kami sejajar, saling tatap.
Pulang? Lintang menyuruhku pulang? Ada rasa sakit luar biasa yang tak bisa aku bendung, menghajar di setiap sisi ceruk hati. Belum puas ribangku menatap anakku, dan dia menyuruhku pulang begitu saja? Memangnya aku harus pulang ke mana?
“Pulang ke rumah Mama. Sebentar lagi Mama akan merawat adik Lintang. Jangan lupa, Ma ... Lintang sangat sayang sama Mama.”
Adik? Jantungku seperti tercabut dari tempatnya mendengar suara polos kekanakan itu. Tuhan, aku belum sanggup meninggalkan tempat ini. Akan tetapi perlahan-lahan raksi seribu bunga menjadi aksa, berganti aroma desinfektan yang memualkan perut. Tanganku liar dan panik menggapai jemari mungil Lintang, mencoba menahan waktu walau hanya sebentar. Tetapi semua sia-sia. Dalam sekejap semua berubah. Tanpa suara dan sunyi. Kelompang.
***
“Lira? Ah, kau sudah sadar. Syukurlah.”
Tanganku yang menggapai-gapai meraih udara ternyata sudah digenggam erat oleh Mas Vin. Ada rasa cemas bercampur lega yang luar biasa terpancar dari kedua mata legam lelaki itu.
Butuh beberapa menit sebelum aku mampu memulihkan ingatanku kembali.
“Mengapa aku di rumah sakit, Mas?”
“Kau tiba-tiba pingsan tadi sebelum dokter memeriksamu,” ujar Mas Vin sambil mengusap sisa air mataku.
“Pingsan?” Aku tertegun, dan mulai ingat belakangan ini aku memang sering pingsan. Mas Vin begitu khawatir sehingga membawaku ke dokter.
“Kau sempat menyebut nama Lintang beberapa kali dan menangis. Apa yang terjadi?” tanya Mas Vin sambil mendekatkan wajahnya, nyaris membuat jantungku berhenti karena nama Lintang disebut.
(Bersambung)
Cikarang, 261022
Komentar
Posting Komentar