Istri Baru Ayahku


 ISTRI BARU AYAHKU

Penulis : Lidwina Ro


Rasanya aku tidak percaya ketika Ayah memutuskan untuk menikah lagi. Padahal sudah dua tahun kami -aku dan Ayah- hidup berdua dengan tenang. Semua kelihatan baik-baik saja. Ada Mbok Ni yang membantu semua pekerjaan rumah, sehingga kegiatan sekolahku dan kegiatan Ayah mengantor relatif aman terkendali. Jadi, mengapa Ayah harus mencari istri baru?

Tante Rin sosok wanita yang pendiam, tetapi lembut. Tidak seperti ibuku yang periang dan penuh canda. Sebenarnya Tante Rin tidak pernah melakukan hal yang salah selama di rumah. Rumah semakin terawat, banyak tanaman baru yang menambah teras semakin sejuk dan asri, Ayah juga semakin segar dan sehat. Bahkan lebih bersemangat daripada ketika ibuku masih hidup. Ah, apa-apaan ini? 

Masakan Tante Rin juga lebih enak dari masakan Mbok Ni.  Akan tetapi tentu saja tidak ada yang dapat mengalahkan ibuku. Hanya ibuku yang terbaik. Hanya ibuku! Tidak boleh ada wanita yang lain. Karena itu agak sulit bagiku untuk menerima dengan mudah kehadiran seorang wanita setengah baya dalam rumahku sendiri. Sebaik, sepandai, dan selembut apa pun wanita itu. 

Meskipun aku tidak berani menolak keinginan Ayah, karena takut menyakiti hati Ayah yang bersikeras untuk menikahi Tante Rin, tetapi aku juga tidak sepenuhnya bisa menerima kehadiran wanita yang berparas kalem cantik keibuan itu. Aku diam-diam selalu menghindarinya. Bicara seperlunya saja. Bahkan kalau bisa berangkat sekolah sepagi mungkin, lalu pulang ke rumah semalam mungkin. Ya, mungkin aku sedikit membenci ibu tiriku ini.

Jujur saja aku juga tidak tahan jika melihat kedua matanya bila pas bertemu muka. Matanya memang menatap lembut, tetapi aku selalu merasa kalau matanya sendu. Terlihat aneh. Seolah ingin mengatakan sesuatu, akan tetapi tertahan. Hm, mungkin kah itu hanya sekilas pantulan penyesalan karena sudah menggeser kedudukan ibuku? 

Lampu sentral rumah sudah padam, pertanda penghuni rumah sudah pada tidur semua. Karena punya kunci cadangan rumah, maka aku bisa leluasa masuk ke rumah, semalam apa pun. Bergegas aku menghampiri meja makan, membuka tudung saji dan menyeringai kecil menemukan makanan kesukaanku di situ. Ah, Mbok Ni. Semakin hari semakin tambah pintar. Meski makin tua, tidak pernah pikun. Kalau begini terus, Mbok Ni bakal bisa dapat piagam penghargaan pembantu terbaik. Buktinya, dia tetap menyajikan lengkap makan malamku walaupun aku sering telat pulang. Nah, lihat saja capcai dan ayam gorengnya juga masih hangat, seolah baru turun dari penggorengan. Benar-benar pembantu teladan. Masih dengan cengengesan sendiri, aku segera melahap jatah makan malamku.

  ***

Cikarang, 131022

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fenomena Reading Slump

BASWARA (4)

LANGIT BIRU