DASI
DASI
Penulis : Lidwina Rohani
“Mah, dasi hitam apa sudah di masukkan ke tas?”
Hah? Dasi? Aku tersentak. Langsung meraih tas yang berada di samping kakiku, dan mengaduk-aduk dengan agak panik. Ternyata dasi hitam yang sudah aku siapkan kemarin malam tidak ada. Bagaimana mungkin? Apakah terjatuh? Apa jangan-jangan masih tertinggal di rumah, ya?
“Loh, kok, enggak ada, Gong? Kan semua sudah Mama siapkan komplit tadi malam? Kamu tidak memeriksanya lagi, ya? Atau tertinggal?” tanyaku dengan alis berkerut tajam. Tapi begitulah. Anak ini memang dari kecil tidak pernah teliti. Sudah tidak heran lagi.
“Balik lagi, Pah!” perintahku sedikit senewen, pada sang sopir yang dari beberapa menit yang lalu sudah melambatkan mobil karena mendengarkan percakapan kami. Mungkin sudah siap siaga bakal balik lagi ke rumah.
Tanpa menjawab sekecap pun, suami langsung gerak cepat, mencari jalan belok ke kanan. Dia mungkin juga sudah hafal dengan tabiat anak pertamanya itu.
Benar saja, sebuah dasi hitam tergeletak di lantai. Terjatuh atau tertinggal, entah lah. Segera aku memungutnya dan memasukkannya ke dalam tas kain hitam bersama topi dan toganya. Tiba-tiba aku teringat sesuatu. Sepertinya ada yang kurang. Setelah mengingat-ingat kembali foto pembagian toga dari kampusnya kemarin, aku baru sadar bahwa ada yang tidak ada di dalam tas hitam.
“Loh, medalinya kok tidak ada?” tanyaku setelah meneliti sekali lagi isi tas.
“Oh, iya, Mah. Masih di mejaku. Belum aku buka plastiknya,” sahut anakku menepuk jidat sambil ngacir ke dalam kamarnya untuk mengambil medali. Sesaat aku hanya bisa melongo. Anak ini ....
Hih! Rasanya ingin aku cubit pahanya dengan gemas. Mengapa sifatnya tidak juga berubah. Padahal dia bukan seorang anak kecil lagi. Bahkan dia -anakku itu- sudah bekerja sekarang.
Tiba-tiba melintas bayangan masa lalu di pikiranku, ketika dia masih kecil. Ke mana pun aku pergi, dia selalu aku bawa. Aku bahkan nyaris tidak pernah punya waktu untuk diriku sendiri. Semua yang aku perjuangkan hanya untuk dia. Bahkan ketika ada ART sekali pun kala itu, aku selalu tidak bisa membiarkannya berdua saja bersama ART.
Ah, tiba-tiba hari ini aku merasa sudah tua sekali. Betapa cepat waktu berlalu.
“Mah, mengapa malah melamun? Ayo berangkat ke acara wisuda! Dasi dan medalinya sudah ketemu.”
Hih! Anak ini.
Cikarang, 221022
Komentar
Posting Komentar