ARISAN


 ARISAN

Penulis : Lidwina Ro 


Bu Tejo melirik jam dinding. Diam-diam wanita itu menghela napas lega. Sebentar lagi arisan RT akan selesai. Akan damai sekali jika bisa keluar dari obrolan gerombolan ibu-ibu yang suka pamer kekayaan mereka itu.

Suami Bu Tejo memang hanya sopir ojol. Ada penumpang tiap hari sudah anugerah, karena akhir-akhir ini penumpang sudah banyak berkurang. Sepi. Apalagi sekarang musim hujan. Tambah susut lagi penumpang. Pokoknya dapat uang belanja tiap hari saja, sudah aman hidup keluarganya, karena bisa beli beras. Jadi apa yang harus Bu Tejo pamerkan pada ibu-ibu ketika arisan? Rasanya tidak ada. Kasta Bu Tejo dan mereka berbeda jauh. Yang ada malah telinganya jadi linu mendengar ibu-ibu saling bersahut-sahutan menceritakan liburan atau kuliner yang mereka singgahi.

Sambil pura-pura memperhatikan cerita liburan Bu Sukmo, tangan Bu Tejo menggeser piring yang berisi suguhan arisan lebih dekat ke arahnya, sambil matanya mengawasi sekeliling dengan cermat, agar tidak ada satu pun teman-teman arisan yang tahu ulahnya.

Hidangan bolu zebra dan kue pukis kejunya amat lezat dan super jumbo. Lumayan buat anak-anak di rumah. Mereka pasti suka sekali. Sukur-sukur kalau bisa untuk bekal sekolah si bontot besok pagi. Jadi tidak perlu keluar uang lagi untuk jatah uang saku. Inilah ujian hidup Bu Tejo yang sesungguhnya. Harus bisa hidup irit di zaman susah seperti ini. Memalukan sedikit tidak apalah.

Dua potong bolu dan tiga potong kue pukis sudah berpindah alam, yaitu di dalam tas hitam arisannya yang pengap, longgar dan super lusuh itu. Pokoknya aman. 

Saking hati-hatinya Bu Tejo bergerilya, dia sampai tidak mengetahui kalau Jeng Menik sang pemilik rumah memperhatikannya dari kejauhan. Dan ketika arisan sudah bubar, tiba-tiba Jeng Menik berteriak memanggil Bu Tejo.

“Tunggu Bu Tejo, ada yang ketinggalan!”

Bu Tejo melongo kaget. Bingung dia meraba tas hitamnya yang masih setia nongkrong di bahunya. Tasnya tidak ketinggalan, kok! Lalu apa maksud Jeng Menik, kalau ada yang ketinggalan? 

Sambil tersenyum Jeng Menik mengulurkan sebuah keresek warna merah. Bu Tejo makin bingung. 

“Ini kue buat anak-anak, Bu Tejo.”

Wajah Bu Tejo merah padam. Batinnya berbisik, kalau Jeng Menik mengetahui perbuatannya tadi. “Tapi Jeng, anu ....”

“Sudah, gak usah anu-anu. Kuenya masih sisa banyak, kok, Bu. Bawa saja.”

Bu Tejo makin tersipu. Dengan malu-malu dia menerima juga keresek merah dari Jeng Menik. Demi anak-anak tentu saja! 

Cikarang, 19 Oktober 2022


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fenomena Reading Slump

BASWARA (4)

LANGIT BIRU