TAMAN KOTA
TAMAN KOTA
Penulis : Lidwina Rohani
Lumayan. Bono menyeringai kecil saat menghitung uang hasil kreasi tangannya hari ini. Bisa untuk memberi Emak sedikit modal untuk berdagang gorengan. Juga untuk membeli seragam adiknya Bunga yang sudah kekecilan. Sisanya masih bisa digunakan membeli beras. Dengan lega Bono melipat rapi uangnya dan menyisipkannya di saku celana.
Tiba-tiba mata Bono menangkap sosok kecil yang mengintip di balik rimbunnya perdu. Bono terkesiap. Lagi-lagi bocah kumal gelandangan itu! Padahal sudah lewat tengah malam. Mengapa bocah itu masih berkeliaran di taman?
Meskipun tengkuknya meremang, Bono bangkit dari bangku taman, dan menghampiri semak di ujung taman. Aneh! Bocah itu tidak ada. Dua kali Bono memutari semak perdu yang rimbun itu. Tidak ada siapa-siapa, selain bau anyir yang menyengat.
Ketika malam menjelma, taman kota yang sepi adalah rumah kedua bagi Bono. Hanya ada beberapa pencopet kecil seperti dirinya, yang menghitung uang. Juga ada tunawisma meringkuk tidur di bangku taman, yang sesekali mengomel menyuruh Bono pulang ke rumah, jika mata mereka berpapasan. Tetapi sejak bocah itu mengintainya diam-diam, Bono menjadi gerah.
Sebuah kerikil melayang entah dari mana, bergulir jatuh kena kakinya. Bocah itu menatap datar Bono dari rimbunan semak yang lain.
“Hei! Kemari kau!” sengit Bono mengejar.
Bocah itu lari semakin jauh. Bono mengejar sampai kehabisan nafas. Cepat sekali bocah itu larinya. Bono semakin kesal karena bayangan kecil itu menghilang di sekitar kebun kosong. Bau tidak sedap semakin menyengat hidung. Bono sampai ingin muntah. Baru saja dia akan berbalik kembali ke taman, ketika merasakan punggungnya kena timpuk.
Bono mengaduh kaget. Dengan sisa-sisa keberaniannya, dia menerjang ke dalam kebun kosong. Membabi buta menjelajahi kebun dengan dongkol. Rasanya ingin meninju bocah tengil itu. Pekatnya malam membuat netranya kehilangan fokus, sampai akhirnya di dekat sebuah pohon besar, dia terjungkal sampai hidungnya mencium tanah. Bono menyumpah-nyumpah kaget. Bau anyir dan busuk langsung menyerbu hidung. Masih memaki-maki, tangan Bono berusaha menarik dari tanah yang membuatnya jatuh. Apa ini?
Baru ingat ada ponsel di sakunya. Dengan jengkel dia menekan gambar senter. Seketika matanya melotot dan wajahnya seketika pucat pasi. Bono berlari tunggang langgang sambil berteriak-teriak histeris.
(Bersambung)
Komentar
Posting Komentar