Romansa Abu-abu


 


ROMANSA ABU-ABU (1)

Penulis : Lidwina Rohani


Yoan menoleh saat lengannya ditarik dari arah belakang. Sebenarnya tidak terlalu keras, tetapi tetap saja membuat gadis berambut legam sepunggung itu sedikit terkejut. Dengan halus dia melepaskan cekalan tangan Tio. Dia bahkan mempercepat langkah, bergegas ke arah gerbang sekolah. Dia harus cepat mengejar angkot untuk pulang, karena langit sudah berwarna gelap. Mendung. Sebentar lagi pasti hujan.

“Tunggu dulu Yoan!”

“Ada apa?” tanya Yoan heran. 

Tio dengan sigap menjajari langkah Yoan. “Kenapa buru-buru pulang?”

“Mau hujan.”

“Kalau begitu, boleh aku antar kamu pulang?”

Yoan menoleh kembali, sambil membetulkan letak kaca matanya, dia menatap Tio keheranan. Mengapa belakangan ini Tio selalu membuntutinya? 

“Terima kasih, tapi tidak usah,” tolak Yoan halus, lalu meninggalkan Tio begitu saja.

“Yoan, tunggu!” Sekali lagi Tio menarik lengan gadis kurus itu, sampai Yoan memekik kaget. 

Beberapa siswa mulai ada yang memperhatikan mereka. Yoan tersipu. Bukan maksudnya untuk menarik perhatian teman-temannya. Tetapi dia memang benar-benar tidak menyangka kalau Tio akan menghentikan langkahnya.

“Ada apa, Yo?” 

Sebuah suara menengahi mereka. Seketika dada Yoan berdesir. Tanpa menoleh pun, dia tahu siapa yang menghampiri mereka itu.

Tio menghela nafas melihat siapa yang datang. Dan entah mengapa tiba-tiba hatinya mendadak kesal melihat lelaki yang mendekat itu.

“Aku hanya mau mengantar Yoan pulang, Rei” sahut Tio.

Rei melirik Yoan yang berusaha membenamkan kedua matanya ke lantai. Setelah menelisik ekspresi wajah gadis itu, dengan santai Rei lalu menarik lengan Yoan ke arahnya.

“Maaf Tio, tapi hari ini Yoan ada janji bertemu dengan mamaku. Hari ini aku yang akan mengantar Yoan pulang.”

Yoan mengangkat wajahnya, menatap Rei datar. Yoan tahu, ini hanya akal-akalan Rei saja untuk mengusir Tio. Tetapi rupanya Tio percaya pada ucapan Rei, dan segera angkat kaki dari situ tanpa bicara. 

Yoan tahu, Rei hanya ingin menolongnya. Setelah Tio benar-benar pergi, Yoan melepaskan cekalan Rei hati-hati. Dia harus segera menyingkir dari hadapan Rei. Yoan selalu gelisah saat menatap wajah Rei.  Wajah lelaki itu mengingatkannya pada Rio, saudara kembar Rei. Hatinya perih bila kenangan itu kembali muncul setiap kali Yoan menatapnya.

“Terima kasih,” ujar Yoan lirih. Suaranya sumbang. 

“Kali ini aku akan mengantarmu, Yo. Tapi mampirlah sebentar ke rumah.  Sudah lama Mama ingin bertemu denganmu.”

Yoan melongo.


(Bersambung)

Cikarang, 200922


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fenomena Reading Slump

BASWARA (4)

LANGIT BIRU