RAWON RAMPAL


 


RAWON RAMPAL

Penulis : Lidwina Ro


Masih pagi-pagi sekali ketika aku terjaga dari mimpi yang tak panjang. Ya, itu karena kemarin aku hampir tidak tidur karena ngrumpinya berjilid-jilid dengan teman sekamar. Lebih tepatnya lagi, teman sebangku di masa sekolah. Apa istilahnya sekarang? Kalau tidak salah, Besty, ya? Wah, gokil banget pastinya, kan? Akan tetapi suara heboh teman-teman yang kamarnya  berada di bawah, toh sanggup membangunkan mimpi kami juga. 

Sebenarnya besty-ku ini enggan ikut sarapan. Lho, kenapa? Ya karena menunya rawon. Mungkin dia trauma sesuatu atau juga bisa membayangkan betapa joroknya kuah rawon yang kumuh bak air comberan di muka halaman apoteknya ( emoji ngakak berat, deh pokoknya ) Setelah aku bujuk-bujuk, akhirnya besty-ku ini mau juga bersiap-siap, cuci muka dan gosok gigi, karena menu di sana tidak hanya ada rawon. Bisa sarapan selain rawon, kok!

Untunglah rayuan mautku ini berhasil melunakkan hatinya. Padahal sudah ratusan tahun lamanya, aku tidak pernah lagi mengeluarkan jurus maut merayu ( emoji ngakak sampai keluar air mata ) Bukan sarapannya yang sangat penting. Tetapi kebersamaan yang langka ini yang perlu dilestarikan (kedengarannya, kok, anak PIM sudah seperti fauna yang hampir punah saja) Sudah, jangan ngakak lagi. Capek.

Lapangan Rampal sebenarnya tidak terlalu asing bagiku. Karena pertama kali aku mengenal kota Malang, bude atau kakak ibuku membawa aku liburan ke rumahnya, yaitu (dulunya bernama) perumahan atau kompleks SECABA, di mana pakdeku adalah salah satu pengajar dan pelatih dari Calon Bintara tersebut. Bersama-sama dengan sepupuku, biasanya kami melihat pakde melatih mereka di Lapangan Rampal Malang. Dulu. 

Mengenai sarapan Rawon Rampal, ini adalah kali pertama bagiku. Ya, pokoknya sebagai prajurit yang baik, kami ngikut saja beramai-ramai dengan teman-teman yang lain. Pokoknya bisa ngumpul bareng saja, senangnya sudah minta ampun. Satu piring rawon dihargai Rp. 50.000,- Jika tambah nasi menjadi Rp. 56.000,- Karena jarang sarapan, maka aku memesan setengah porsi saja. Enak? Enak-enak saja, sih, karena di rumah aku juga sering memasak rawon, karena rawon adalah makanan kesukaan anak-anak. Makanan favorit keluarga.

Akan tetapi ada yang menarik perhatianku, yaitu ketika salah satu temanku ada yang memesan empal. Aku berpikir empal itu seperti empal biasa kebanyakan yang pernah aku makan. Tetapi yang disajikan adalah seonggok daging lembut, berserat dan ... manis. 

Empal daging tersebut hampir sama teksturnya dengan empal khas di daerahku Sunda, hanya saja bernama empal gepuk. Berserat agak keras (tidak lembek seperti empal Rampal), tetapi empuk lho ya, lezat, dan ... gurih. Sepiring kecil empal manis di Rawon Rampal dihargai Rp. 50.000,- Sekali lagi, ini hanya kebersamaan dan keseruan kami, emak-emak PIM yang ndilalah iso ucul soko kandang! (Ngakak pol)


Cikarang, 040922



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fenomena Reading Slump

BASWARA (4)

LANGIT BIRU