JIKA CINTA


JIKA CINTA (3)

Penulis : Lidwina Rohani


Ratih memang manis dan pandai membujuk. Sepasang matanya yang berkilau dan kekanakan itu selalu cepat meluluhkan hatiku. 

“Iya, iya. Terima kasih, Ras. Aku benar, kan? Aku tahu Mas Raga pasti percaya padamu.”

“Aku yang tidak percaya padamu, Tih!” gerutuku kesal. Dan tawa Ratih pecah sambil berguling-guling di atas kasur. 

“Makanya jangan belajar terus, Ras. Mulai cari pacar sana, supaya tahu rasanya berpacaran!”

“Ah, dasar. Enak saja kalau ngomong. Lulus saja kita belum.”

“Lalu sampai kapan kau jomlo? Tahun depan kita, kan, sudah lulus SMA. Apa kau mau bercita-cita jadi suster dan hidup di biara? Mau?”

Aku meringis sambil melempar guling ke kepala Ratih. “Kalau aku jadi suster di biara, lalu siapa yang akan membantumu kabur pacaran Tih?” sungutku tak mau kalah.

Mata Ratih membulat, sedetik kemudian dia tertawa. Dan kami berdua tergelak bersama-sama. Berguling-guling di atas kasur sambil saling menyerang dengan bantal dan guling.

  ***

Ratih turun dari motorku sambil membawa helmnya. Ratih memang sering membonceng pulang, karena rumah kami sejalan. Siang ini begitu terik. Kalau bisa bicara, kerongkonganku pasti sudah menjerit ingin segelas air dingin.

“Mampir dulu, Ras. Minum, yuk!”

Aku menggeleng, hari ini ingin cepat-cepat pulang. “Lain kali saja, Tih.”

“Ras!”

Aku baru saja akan pulang, dan menstater motorku, saat mendengar suara berat kakaknya Ratih memanggil. Aku dan Ratih saling bertukar pandang. Jantungku seperti biasa berdetak lebih cepat. Dengan halus aku menyenggol lengan Ratih. Tentu saja minta pendapat. Atau minta masukan. Tapi Ratih malah menggeleng samar. Sama bingungnya seperti aku. Tidak biasanya Raga ada di rumah pada jam seperti ini.

Ketika tangan Raga melambai di udara sebagai isyarat memanggil Ratih, aku mulai gelisah.

“Kamu masuk dulu, Tih. Aku mau bicara dengan Laras dulu.” 

Mencium aroma yang ganjil, Ratih tidak membantah. Melirik sebentar ke arahku seakan ingin mengatakan bahwa dia tidak berdaya. Huh! Sahabat macam apa dia itu? Meninggalkan aku sendirian dengan kakaknya yang galak ini?

“Ada apa, ya?” tanyaku mencoba tersenyum santai.

“Menurutmu apa?” balas Raga dengan mata menatap tajam. Duh! 

Gawat! Mengapa suara Raga begitu serius? Apa lagi yang dilakukan Ratih sehingga kakaknya senewen seperti ini?


( Bersambung  )

Cikarang, 270922
















Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fenomena Reading Slump

BASWARA (4)

LANGIT BIRU