DI BALIK PELANGI


 DI BALIK PELANGI

Penulis : Lidwina Rohani



Luna menatapku lekat. Berharap aku bisa menjawab pertanyaannya dengan cepat. Matanya yang hitam menunggu dengan penuh harap. Aku hanya bisa tersenyum getir. Lalu apa yang harus aku jelaskan pada adik kecilku, sedangkan diriku sendiri juga tidak tahu pasti jawabannya.

“Makanlah dulu,” ujarku sambil mendorong sepiring nasi goreng yang masih hangat, lebih dekat ke arah Luna. Sebenarnya aku hanya ingin Luna lupa pada pertanyaannya. Mana mungkin aku bisa memberi jawaban yang diinginkannya, sedangkan pikiranku saja sudah buntu.

Anak berusia enam tahun itu langsung cemberut.

“Nasi gorengnya tidak pedas, kok,” ujarku membujuk, sambil mencubit pipinya yang putih itu. Aku tahu sekali kalau Luna tidak suka pedas. 

“Jadi mengapa Mama belum pulang, Kak Lira? Mama tidur di mana?” tanya Luna untuk yang ke dua kalinya. Hm, rupanya anak TK itu masih menunggu jawaban.

“Mama ke luar kota, ada tugas dari kantor,” sahutku asal, sambil mulai mengunyah nasi goreng. Tentu saja aku asal ngomong, karena sesungguhnya aku pun tidak tahu ke mana Mama sekarang berada, setelah bertengkar hebat dengan Papa, dua hari yang lalu.

Mendengar jawabanku, mata sipit Luna berkaca-kaca kecewa. Ah, mungkin Luna merindukan Mama. Kasihan bocil  ini.

“Sampai kapan, Kak?”

Aku tercenung. Terdiam. Tidak tahu harus menjawab apa. Lalu tiba-tiba melintas wajah Papa yang murka dan penuh amarah. Aku memang sempat terbangun saat mereka bertengkar di tengah malam. Tetapi aku hanya mendengar samar-samar pertengkaran mereka. Keesokan paginya Mama hanya bilang padaku, akan keluar kota beberapa hari. Seperti biasa, aku harus menjaga Luna. Pagi itu Mama mencium dahiku lama, sebelum menyeret tergesa kopernya ke bagasi mobil. Merasa ada yang ganjil dan berbeda, aku memanggilnya, dan mendekat pada Mama. Saat itulah aku melihat pipi Mama basah. Apakah itu ada kaitannya dengan pertengkaran semalam? Tapi Mama enggan menjelaskan.

“Mama kapan pulang, Kak?”

Lamunanku langsung terurai mendengar pertanyaan Luna. Melihat mulutnya yang penuh suapan nasi goreng, aku segera mencubit pipinya dengan gemas.

“Kalau pekerjaan Mama sudah selesai, Lun” sahutku sambil berdiri, meraih gelas dan mengisi penuh air putih untuk Luna. 

Mbok Nem menaruh sepiring puding stroberi di meja makan dengan satu senyuman. Mungkin dia setuju dengan apa yang semua kukatakan pada Luna.

“Buatkan susu hangat buat Luna, ya, Mbok.”

Mbok Nem mengangguk sigap.

“Apa Papa belum pulang, Mbok?” 

“Belum, Mbak Lira.”


( Bersambung )

Cikarang, 220922


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fenomena Reading Slump

BASWARA (4)

LANGIT BIRU