PERMINTAAN (4)

PERMINTAAN (4)

Penulis : Lidwina Rohani 


 Mataku lalu bergeser. Ke arah lelaki yang ada di sebelah Jihan. Sedetik, dua detik aku merasakan dingin di sekujur tubuh. Hati yang tercekat ini, seakan lupa bagaimana cara menjerit. Susah payah aku mencoba meredam rasa sakit yang menguasai dada. Setengah mati aku mencoba bersikap biasa, seolah tidak terjadi apa-apa. Tapi mataku ini, seolah-olah ogah berkompromi. Mataku mulai memanas. 

“Kau ....” Lelaki di sisi Jihan itu mendadak hilang suaranya, terperanjat menatapku. Seakan tidak percaya.

Jadi dugaan Melani yang selama ini sering diceritakan padaku ternyata benar. Jihan, teman satu kos Melani ternyata mempunyai kekasih yang ... sama denganku! Bagaimana bisa semua ini terjadi padaku? Bagaimana bisa! 

“Apa kalian saling mengenal?” tanya Jihan sambil mengerjapkan mata, menatapku dari atas ke bawah, dengan pandangan mata sedikit menyelidik.

“Radit itu temanku,” ujar Birawa yang tiba-tiba datang memperkenalkan diri di tengah kerumunan yang kaku. 

Diam-diam Melani meremas jariku dengan erat. Seperti Melani, sebenarnya aku juga sama cemasnya melihat aksi Birawa selanjutnya. Dengan sok akrab Birawa menepuk bahu Radit, yang di sambut dengan tawa gugup Radit. Setelah bertukar sapa dengan Radit, Birawa melempar pandang ke arah Jihan, lalu tersenyum kecil.

“Dan Lintang ... dia kekasihku.”

Birawa menggandengku dengan lembut sambil berpura-pura mesra. Bahkan tersenyum manis. Aku terkesiap. Melani apalagi.

Konyol sekali Birawa. Apa-apan dia? Belum puas aku melotot ke arah Birawa, lelaki itu sudah menarikku ke sisi lain gedung resepsi. Tentu saja aku tahu maksud Birawa, dia ingin menjauhkan aku dari situasi yang tak terduga tersebut.

Jadi aku menurut saja, dan berdiri mematung di sudut gedung, tak jauh dari meja sajian es krim. Mataku makin kabur, rasanya ingin sekali menuntaskan dengan Radit apa yang sesungguhnya terjadi dengan alasannya pergi mengantar mamanya menengok Oma.

Birawa tiba-tiba menyodorkan cup es krim tepat di depan wajah. Bahkan nyaris menyentuh hidungku  Aku menengadah. Antara sedih dan kesal. 

“Makan es krim dulu, biar hatimu dingin sebentar. Nih!”

Ih! Berani meledek juga Birawa. Senyumnya yang cengengesan membuatku semakin kesal saja. Aku merengut, kuterima cup es krim vanila mix stroberi itu dengan terpaksa. 

“Ambil hikmahnya. Kalau tidak dengan cara ini, mungkin Tuhan akan menunjukkan padamu dengan cara lain. Intinya kau harus bijak menyikapi pelajaran hidup ini,” bisik Birawa tanpa menoleh, dan menikmati es krim cokelatnya dengan santai.

Tidak aku sangka, setetes air mata akhirnya jatuh juga mengalir ke pipiku. Birawa menghela napas melihatku. Tertegun sejenak. Lalu mengulurkan tisu bersih yang dia comot dari meja es krim sebelah. 

“Masih menangisi lelaki seperti Radit?” gumamnya dengan alis menyatu berkerut.

Aku menatap tajam Birawa.

“Tidak masuk akal kau,” seringai Birawa sambil menyapukan sekilas sendok es krim di ujung hidungku. Aku kaget dan memekik tertahan.

“Jahat Mas Bir!” Aku merengut sambil mencari tisu. Birawa hanya terkekeh. 

“Dasar Bocil,” gumam Birawa. “Coba pikir, masih mau meledek permintaan kakakmu agar aku menjagamu? Kau bahkan tidak tahu siapa pacarmu Radit.”

Aku hanya meringis pahit.


Cikarang, 210822


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fenomena Reading Slump

BASWARA (4)

LANGIT BIRU